Mohon tunggu...
Mehaga L Ginting
Mehaga L Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FH USU

Sosial, politik,hukum,dan HAM

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU Perampasan Aset Vs Hukuman Mati, Mana yang Lebih Efektif bagi Koruptor?

19 Januari 2024   13:46 Diperbarui: 19 Januari 2024   14:06 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/1337074884004388/

Namun,muncul RUU Perampasan Aset yang mulai memberikan titik terang bagi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.Apakah RUU Perampasan Aset? Secara sederhana RUU Perampasan Aset adalah Rancangan Undang-Undang yang mengatur tentang upaya yang dilakukan oleh Negara untuk mengambil alih penguasaan dan/atau kepemilikan Aset Tindak Pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap pelakunya.RUU Perampasan Aset sampai saat ini belum mendapat kejelasan akan pengesahannya menjadi Undang-undang oleh DPR.Padahal RUU Perampasan Aset ini sangat penting karena RUU ini bertujuan untuk menghadirkan cara untuk dapat mengembalikan kerugian Negara (Recovery Asset) sehingga kerugan yang diderita oleh Negara tidak Signifikan.

RUU Perampasan Aset dinilai dapat menjadi payung hukum dalam penegakan hukum terhadap kasus yang melibatkan dana besar seperti Korupsi,Narkotika,Perdagangan Manusia,Pengrusakan lingkungan,hingga Perjudian dan Penipuan.Seperti yang kita ketahui,saat ini sistem pemidanaan yang ada yaitu cari dulu pelakunya dengan tuntutan dakwaan lalu masukkan juga tuntutan agar aset hasil tindak pidananya bisa disita atau dirampas oleh Negara.Sebenarnya sistem tersebut ideal tetapi terdapat kesulitan memidanakan orang (terdakwa) dalam kondisi misalnya meninggal,kabur,lepas dan sebagainya sehingga ia tidak bisa dituntut secara pidana walau kuat indikasinya bahwa dia melakukan tindak pidana sehingga aset hasil tindak pidananya tidak bisa disita atau dirampas Negara.

Berbeda dengan yang terdapat dalam RUU Perampasan Aset ini,dimana Negara dapat merampas Aset hasil tindak pidana terdakwa tanpa perlu memidanakan pelaku berdasar keputusan pengadilan.Konsep ini disebut dengan Non-Conviction.Misal kita ambil contoh kasus sindikat penipuan online.Ketika pelakunya belum ditemukan tetapi uang hasil penipuan tersebut dapat ditelusuri,Negara dapat merampas uang hasil penipuan tersebut walaupun dalam kondisi tindak pidananya telah memasuki masa kadaluarsa karena pelakunya belum memasuki masa persidangan.Dengan disahkannya RUU ini nantinya dapat mengurangi terjadinya kerugian Negara yang disebabkan oleh tindak pidana yang merugikan Negara maupun Manusia.

Keberadaan RUU Perampasan Aset ini sudah digagas sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono namun baru bergerak maju di era pemerintahan Joko Widodo.Walaupun dikatakan bergerak maju,RUU ini belum disahkan oleh DPR sampai detik ini.Sejak pemerintah mengirim Surat Presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023,pimpinan DPR hingga detik ini tak kunjung membacakannya dalam rapat paripurna.Padahal,DPR sudah mengadakan 6 kali rapat paripurna setelah menerima Surpres.Namun,RUU Perampasan Aset masih menggantung.

Hal ini mengindikasikan bahwa DPR selaku wakil rakyat tidak tegas dalam memberantas korupsi di Indonesia.Oleh karena itu kita sebagai masyarakat harus terus kritis dalam menyuarakan pengesahan RUU Perampasan Aset ini agar tercipta kepastian hukum bagi masyarakat dan Negara.Berbagai program pemerintah pun dapat berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya apabila korupsi dapat diberantas.Pembangunan pun akan terealisasi dengan baik apabila para pejabat-pejabat kita yang baik hati itu anti terhadap korupsi dan patuh pada peraturan perundang undangan.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun