Di samping masih banyak fakultas kedokteran yang memiliki akreditasi C, angka kelulusan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) berada jauh dari harapan kita semua. Tercatat pada tahun 2015, dari 75 fakultas kedokteran yang ada dan dari sekitar 15000 lulusan, presentase peserta yang lulus hanyalah 41% atau sebanyak 6219 peserta saja.Â
Keadaan ini bukan suatu hal yang patut dibanggakan tentunya. Bagaimana tidak? Hanya empat dari sepuluh orang peserta yang lulus dan dapat menjalani profesinya sebagai dokter. Tidak berhenti sampai di situ, peserta yang tidak lulus ini di tahun yang akan datang menjadi retaker UKMPPD.
Angka di atas hanya menunjukkan angka peserta dalam satu tahun. Namun, kenyataannya, banyak peserta-peserta di tahun sebelumnya juga yang kembali mencoba peruntungannya. Terbayang bukan, betapa menumpuknya antrian peserta UKMPPD? Sedangkan Indonesia butuh tenaga kesehatan, khususnya dokter dengan cepat dan dalam jumlah banyak.
Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran mencantumkan beberapa syarat yang harus dimiliki sebuah fakultas kedokteran. Poin ini diatur dalam bagian kedua mengenai pembentukan. Pasalnya yang keenam ayat tiga menyatakan bahwa fakultas kedokteran minimal memiliki tenaga kependidikan yang sesuai dengan peraturan.Â
Fakultas Kedokteran juga harus memiliki fasilitas yang mencukupi, seperti laboratorium kedokteran klinis, bioetika, kedokteran komunitas, biomedis, hingga kesehatan masyarakat. Fasilitas ini harus tersedia di gedung penyelenggara pendidikan yang memadai dan mendukung jalannya kegiatan pembelajaran yang kondusif.
Poin yang tak kalah penting adalah mengenai rumah sakit pendidikan. Setiap fakultas kedokteran harus memiliki rumah sakit pendidikan yang bekerja sama dengan rumah sakit. Jika masih banyak fakultas kedokteran di Indonesia yang berakreditasi rendah, apakah bukan berarti syarat-syarat ini belum terpenuhi secara menyeluruh?
Isu ini kemudian kembali mencuat, diberlakukan kembali pada Juni 2017, dan kemudian kembali dicabut pada sejak 4 September 2017. Pencabutan moratorium izin pendirian fakultas kedokteran baru ini diberlakukan dengan alasan sudah adanya peningkatan kualitas dari fakultas kedokteran yang ada.
Menrisetdikti mengaku bahwa sampai awal September 2017, sudah ada tujuh fakultas kedokteran yang mengalami peningkatan akreditasi dari C menjadi akreditasi B. Namun, yang perlu ktia telaah lebih lanjut lagi, apakah pergeseran akreditasi menjadi lebih baik ini menggambarkan peningkatan kualitas yang signifikan pula?
Moratorium ini memang menjadi sebuah isu yang kontroversial. Namun, masalah ini memiliki kedudukan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan kedokteran yang ada di Indonesia. Diberlakukan atau dicabutnya moratorium ini akan membawa dampak yang besar pula.
Kembali lagi, kita harus mempertimbangkan kebermanfaatan sebesar mungkin. Jika pemerintah masih tetap membuka izin pembukaan fakultas kedokteran baru, kualitas dokter di Indonesia akan menurun secara perlahan. Bersamaan dengan itu, kepercayaan masyarakat kepada dokter juga akan menurun seiring dengan malpraktik yang pasti akan cenderung meningkat, mengingat, kualitas dokter yang dihasilkan bukanlah dokter dengan kualitas yang baik.
Tentu, dokter dengan kualitas yang mempuni lahir dari kualitas pendidikan yang baik pula. Oleh sebab itu, keputusan pemerintah untuk mencabut moratorium izin pendirian fakultas kedokteran yang baru merupakan langkah yang tergesa-gesa.