Mohon tunggu...
Megawati Simanjuntak
Megawati Simanjuntak Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Dept. Ilmu Keluarga dan Konsumen, FEMA IPB dan Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Dr. Megawati Simanjuntak, SP, MSi adalah dosen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University. Ia juga menjadi komisioner di Badan Perlindungan Konsumen Nasional periode 2020-2023. Ia fokus pada perilaku konsumen, pendidikan dan perlindungan konsumen, manajemen sumberdaya keluarga, usaha ekonomi keluarga, pemasaran dan riset konsumen.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Social Media Marketing untuk Edukasi Stunting

15 Juni 2022   15:54 Diperbarui: 15 Juni 2022   16:00 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Stunting merupakan permasalahan kurang gizi yang kronis karena kurangnya konsumsi zat gizi yang telah berlangsung lama dan tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak. Data yang dirilis dari Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019 menyatakan bahwa 27.67% balita di negara Indonesia mengalami stunting. Artinya, dari 23 juta balita di Indonesia ada 6.3 juta mengalami stunting. Jumlah ini diatas standar tertinggi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20% atau seperlima total balita di sebuah negara.

Prevalensi balita yang stunting di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, dan menjadi keempat tertinggi di dunia. Stunting dapat mengakibatkan anak mudah mengalami sakit, postur tubuh anak pendek saat dewasa, dan kurangnya kemampuan kognitif, yang pada akhirnya berdampak pada kerugian jangka panjang pada perekonomian Indonesia.

Berbagai penelitian mengungkapkan pentingnya edukasi gizi dilakukan karena terjadinya gangguan tumbuh kembang balita dipengaruhi salah satunya oleh pengetahuan ibu tentang pengasuhan dan gizi. Pandemi Covid-19 telah membuat kegiatan promosi maupun edukasi dalam upaya mencegah stunting di masyarakat yang biasanya dilakukan secara tatap muka menjadi terkendala. 

Siatusi pandemi covid-19 menjadi pembatas pergerakan masyarakat, sehingga beragam edukasi gizi tidak memungkinkan dilakukan secara langsung. Metode edukasi gizi mainstream yang selama ini diterapkan kurang comply dengan kondisi Covid-19 yang tidak memungkinkan dilakukannya penyuluhan tatap muka. 

Tranformasi digital yang semakin cepat dan masyarakat yang semakin terkoneksi dengan internet mengamplifikasi perubahan metode edukasi ke arah online. Penggunaan internet sekarang ini menjadi tidak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. 

Pada tahun 2019-2020 saja sebanyak 73.7% atau 196.71 juta jiwa penduduk Indonesia dari total penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan Internet. Tingkat pertumbuhan internet yang sedemikian semakin pesat membuat semua sektor dalam kehidupan masyarakat dapat dilakukan secara online. Meskipun nantinya pandemik covid-19 sudah berubah menjadi endemik namun kebutuhan edukasi secara online ini akan semakin tinggi.

Alternatif inovasi strategi edukasi gizi berbasis sosial media marketing menjadi pilihan yang dapat dilakukan. Edukasi dapat ditujukan kepada ibu hamil, ibu dengan anak balita agar terjadinya stunting pada anak dapat dicegah dan remaja putri yang akan menikah.

Media sosial menjadi saluran yang dapat dimanfaatkan untuk edukasi di era digital. Adanya media sosial mengubah banyak kebiasaan masyarakat dalam berbagai hal, seperti saat interaksi, berbelanja maupun bersosialisasi. Media sosial merupakan salah satu pilihan saluran yang dapat dimanfaatkan pada strategi digital marketing.  Social media menjadi salah satu platform di era digital internet yang paling diminati, misalnya Youtube, Instagram, Facebook, Twitter, dan Tik Tok.

Berbagai hal perlu diperhatikan oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang akan menggunakan media sosial untuk melakukan promosi dan edukasi dalam pencegahan stunting. Titik kritis dalam pembuatan konten untuk usia 18-30 tahun, terutama saat ini konten semakin kompetitif.

Jika tidak menarik, konten langsung akan di-skip. Karenanya, ini menjadi sebuah tantangan bagi konten kreator. Untuk membuat konten yang menarik harus memperhatikan uniqueness masing-masing media sosial. Instagram lebih mengutamakan estetika, sementara TikTok realistis.

Secara umum, audiens pada kelima media sosial senang dengan konten yang relatable dan bermanfaat. Konten yang bagi netizen menarik berupa 1) ilmu baru yang sesuai dengan curiosity mereka, 2) hiburan, walau tidak ada ilmunya, namun tetap menghibur. Kelihatannya stunting kurang sejalur dengan manfaat ini. Kemudian, 3) review, contohnya produk makanan yang dapat mencegah stunting, 4) social experience yang mengundang empati, 5) story telling. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun