Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasib Honorer

17 Oktober 2023   21:20 Diperbarui: 17 Oktober 2023   21:27 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Koleksi Desain Megawati Sorek

Aku dan suamiku adalah guru honorer di sekolah yang berbeda. Kami telah dikarunia anak sepasang. Sulung baru saja masuk SD, sedangkan anak kedua kami baru berusia tiga tahun dan sedang lasak-lasaknya. Kami suami istri orang perantauan. Suami asli dari Medan sedangkan aku dari kabupaten yang berbeda dari tempat kami hidup saat ini.

Nasib sebagai honorer maka kami tidak bisa mengantungkan nasib hanya mengharapkan gaji yang jika digabung hanya cukup untuk makan dan itu tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari. Apalagi kami perantau tak punya keluarga dekat otomatis si bungsu harus dititipkan ke pengasuh yang meski kami bayar setiap bulannya. Ditambah dengan susu formula, pampers serta jadwal control rutin berobatnya yang mengalami sakit epilepsi.

Aku menambah pekerjaan dengan membuka les tambahan untuk beberapa siswa di sore hari sedangkan suami juga demikian. Jika pulang sekolah ia langsung membuka bengkel kecil-kecilan di depan rumah sewa kami.

Pengeluaran tiap bulan serta beban kebutuhan hidup masih saja kekurangan. Mau meminjam uang dengan orang lain terkadang segan apalagi kami hanya perantau saja. Apalagi jika gajian terlambat dapat dibayangkan kami harus berhemat maksimal agar bisa memenuhi kebutuhan hidup.

Hari ini sulung tidak mau makan, karena tidak mau lauknya telur terus selama tiga hari ini. Telur itu kemarin di goreng mata sapi kasih sambal, berikutnya direbus kasih tabur cabe giling, hari ini didadar campur kelapa parut agar banyak dan cukup untuk kami sekeluarga. Tahulah kebutuhan dapur saat ini semuanya serba mahal duit serratus ribu paling hanya bisa membeli beberapa bahan dapur, belum lagi jika gas tiba-tiba habis. Listrik yang juga bernyanyi minta token isi. Si pemilik kontrakan sudah memandang sinis karena pembayaran sudah telat. Mau meminjam sana-sini orang sekarang sudah waspada pun juga banyak kebutuhan juga. Belum lagi kepercayaan itu sangat sulit terbangun karena terkadang mau membayar utang saja uang pun tak cukup-cukup juga.

Semoga saja pihak terkait, mengerti dan mengusahakan gaji kami keluar dengan cepat. Kebutuhan sudah mendesak, duit tidak ada maka emosi juga akan mudah tersulut dan galau. Bagaimana mau fokus mengajar dan mengabdi sementara hak masih tertunda, maka kami pun ingin makan dan meneruskan hidup. Tolonglah kami, hidup kami yang PRIHATIN.

Mana pinjol datang menggoda saja, dengan tawaran iklan yang sungguh menawarkan kemudahan. Jika terjerat hal itu jelas akan sulit lepas dan makin mempersulit ke depannya. Bukannya begitu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun