Persepsi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan emosi, motivasi, dan persepsi diri sendiri. Oleh karena itu, persepsi sering kali dianggap subjektif dalam hal interpretasi dan pengartian yang diberikan pada suatu objek atau fenomena tertentu.Â
Setelah panjang lebar menulis, yang intinya masih berantakan mungkin ini ulasannya, ada iri, dengki, kebencian, prasangka terakhir mengenai persepsi pula. Dapat digaris bawahi mungkin begini, segala sifat buruk itu bisa menghadirkan kebencian atau sebaliknya, kebencian bisa pula menjadikan kita  pribadi yang memiliki sifat iri, dengki, prasangka buruk dan persepsi yang salah.
Jadi ingat bacaan novel karya penulis idolaku Tere Liye dalam bukunya yang berjudul RASA dituliskan begini pada halaman 304 : Â prasangka itu seperti katalis. Katalis dalam sebuah masalah. Dengan prasangka l, masalah kecil bisa jadi besar. Masalah besar apalagi bisa jadi raksasa. Perang dingin AS dan Uni Soviet era tahun 70-an hingga 90-an adalah contoh sebuah prasangka. Masing-masing pihak berprasangka. Dan apa yang terjadi? Ribuan hulu nuklir dibuat. Ribuan senjata biokimia disiapkan. Kalian bisa bayangkan andaikata prasangka itu meledak menjadi sebuah kemarahan. Binasa. Begitu juga dengan masalah kecil di sekitar kita. Dikatalisasi oleh prasangka.
Masih di novel yang sama di halaman 344 dituliskan : Sebuah masalah yang super sulit, super menyakitkan, terkadang hanya bisa diselesaikan dengan sebuah penerimaan. Berdamai dengan hati yang masih membenci. Berdamai dengan hati yang masih perih.
Setujukah? Perlukah kita bahas tentang dendam nih. Udah dulu deh, ngantuk. Bye
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H