Teringat aku dengan orang-orang yang juga pernah berutang denganku.
"Markonah, kumohon," Seseorang itu menghiba. Berbagai alasan dan janji yang ia lontarkan.
Melihat raut wajah memelas, memang mampu mengerakkan hati. Padahal jika di runtut, aku sebenarnya banyak utang dibanding wanita yang duduk di depanku tersebut.
Dalam hatiku berkata, "Jika aku besok ditempatkan pada posisinya, bagaimana? Apa aku juga akan seperti itu? Apakah orang lain mau meminjamkan uang padaku? Apa mereka memberi kepercayaan padaku?
Atau ketika mereka telah berhasil lepas dari masalah dana, akan melupakanku? Apakah ketika tanpa ditagih akan membayar? Apakah mereka akan lari bahkan memasang permusuhan dengan kita. Kita yang mau menagih justru menjadi segan dan sungkan. Lagi musim juga gara-gara utang terpantik permusuhan. Kini, lebih galak orang yang berutang dari pada memberikan pinjaman.
Padahal mereka tak tahu, bahwa aku juga banyak utang dan ada kebutuhan yang harus kupenuhi.
Bingung, ya, itu juga kurasakan, kemana mau mengadu, ada beban dan tanggung jawab yang harus kuselesaikan. Mau meminjam uang siapa? Dan bagaimana caranya lepas dari utang tentunya.
Saat ini aku limbung, manusiawi. Pasti yang lain pernah merasakan juga.
Aku menoleh ke belakang karena embusan angin lembut terasa ditengkuk dan aroma bunga melati yang menyeruak.
"Eh, hai," ucapku dengan wajah tersenyum.
Ia mengambil posisi duduk di sebelahku, dan mengikuti gerakanku yang mengoyang-goyang kaki yang menjuntai.