Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahkota dan Mak Tersayang

30 April 2023   14:57 Diperbarui: 30 April 2023   14:58 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Koleksi Desain Megawati Sorek

Aku merebahkan diri di atas dipan kayu yang biasa kupakai tidur, dengan pikiran berkecamuk.  Mataku memandang lurus, langit-langit triplek kamar yang sudah lapuk bahkan mulai berlubang. Lampu berukuran kecil menggantung di sana. Besok batas akhir, waktu yang diberikan Pak Ustad bagiku untuk memberikan keputusan apa yang akan kuambil.

"Ini kesempatan langka, tidak semua orang bisa mendapatkannya," ucapan Pak Ustad kembali tergiang kembali.

Setelah sekian lama menjadi marbut di Masjid di Desa kami. Pekerjaan itu aku lakoni sembari belajar menambah ilmu agamaku yang masih dangkal. Memiliki masa lalu kelam ketika remaja merantau ke kota. Beruntung, akhirnya aku mendapatkan hidayah untuk bertobat, setelah hampir tiga tahunan berada dalam jeruji besi karena kasus pencurian. Kini usia telah menginjak ke dua puluh enam, semakin dewasa. Belum ada mendapatkan pasangan. Hidup hanya berdua dengan makku yang telah janda beberapa tahun silam. Karena bapak tiriku tewas tertabrak mobil ketika pulang dari kebun.

Sedangkan Bapak kandungku entah di mana rimbanya. Semenjak kecil kami ditinggalkan olehnya. Mak dan aku luntang lantung untuk bertahan hidup.  Hingga usiaku belasan tahun saat itu, Mak menikah lagi. Aku dan bapak tiriku tidak cocok.

"Nak, lagi ngapa? Boleh Mak masuk?" Suara makku membuyarkan lamunan. Kepalanya yang terlihat sementara tubuhnya masih berada di balik pintu.

"Masuk, Mak," sahutku.

Aku mengubah posisi dengan duduk bersila menyandarkan punggung di dinding. Memakai  peci tipis yang terlepas ketika berbaring tadi. Mak duduk di tepian dipan.

"Faisal---"

Mak memanggil namaku dengan tergantung. Ingin mengucapkan sesuatu. Tapi masih belum terucap.

Kutatap wajah tuanya dengan nanar. Meraih tangannya serta menempelkannya ke pipiku.

"Faisal akan mengikuti keputusan Mak saja, Mak,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun