Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sakau

29 April 2023   07:30 Diperbarui: 29 April 2023   07:45 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Koleksi Desain Megawati Sorek

Apapun kan kulakukan , kuingin lupakan

"Last Child_Diary Depresiku"

Alunan lagu "Diary Depresiku"  dari Last Child di kamarku kalah dengan suara bising yang terdengar dari arah dapur.  Bunyi benda yang berjatuhan bercampur dengan kata-kata makian.  Posisi kamarku yang hanya terhalang sekat tembok, sehingga suara itu terdengar sangat jelas. Berhasil membuatku terganggu. Mataku sebenarnya masih terasa berat karena semalaman terjaga. Kegaduhan itu pasti berasal dari papa dan mamaku yang mengulang pertengkaran. Entah apa yang mereka ributkan lagi. Bukankah minggu lalu perkelahian mereka berakhir dengan kesepakatan akan mengurus perceraian secepatnya.

Aku tak peduli, dalam pandanganku mereka sama-sama egois. Sangat jarang memberikan perhatian. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Limpahan materi ternyata tak membuatku bahagia, hati terasa hampa dengan kasih sayang.  Semenjak mereka jarang di rumah serta jika bertemu selalu ribut, tentunya membuat berdiam di rumah terasa tak nyaman. Sekolahku jadi uring-uringan. Akhirnya aku ikut berkumpul dengan Bobi dan gengnya. Mereka sangat bebas dan terlihat santai menghadapi dunia.

Tubuhku bangkit dengan malas, aku harus keluar. Muak mendengar keriuhan mereka yang berkelahi tak habis-habisnya. Aku melirik jam dinding yang tertempel di atas pintu telah menunjukkan pukul lima sore. Meraih jaket hoodie yang tergantung di belakang pintu, mengenakannya dengan cepat. Tak lupa ransel yang selalu menemaniku terpasang manis di punggung. Tanpa berpamitan, aku pun pergi. Keluar!

Aku kendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi membelah jalanan. Suara erungan kenalpot berbunyi bagai petir mengiringi. Memekakkan telinga tentunya. Kepulan asap juga membayangi. Namun, aku menikmatinya. Banyak pengemudi lain yang terlihat mengumpat, dengan mengklason bahkan ada yang mengeluarkan kepalanya dari mobilnya, terlihat dari kaca spionku. Pasalnya beberapa kali aku menyalip mobil dengan ugal-ugalan. Keinginanku hanya satu agar segera sampai ke rumah Bobi, markas kami membuang rasa kekalutan dan kepedihan.

 Kediaman Bobi berupa rumah tunggal yang kontraknya bersama dua teman lainnya, yaitu Aben, dan Yudi. Mereka bertiga adalah anak rantau dari daerah yang memilih untuk bersekolah di kota. Kehidupan tergolong dari kalangan ekonomi menengah. Sambutan yang sangat antusias ketika aku menjadi bagian dari mereka. Karena kehidupanku lebih mapan, selain itu aku bisa sangat royal mentraktir makan.

Ketika sampai, kudapati Bobi, Aben, dan Yudi sedang duduk di ruang tamu. Masing-masing memegang handphone, khusyuk dengan game onlinenya. Sementara di atas meja persegi panjang di hadapan mereka berserakkan botol minuman mineral, kulit kacang serta secangkir gelas berukuran besar berisi kopi, sebungkus rokok dan korek di atasnya. Mengempaskan bokongku duduk selonjoran di antara mereka. Mereka hanya melihat sekilas.

"Woy! Gue bosan. Jalan, yuk!" ajakku penuh semangat. Sembari mengguyur tenggorokan  dengan kopi hitam yang telah dingin.

"Lagi seru, nih!" tolak Aben sambil mengibas rambutnya yang jatuh ke keningnya.

"Ada barang baru, mau coba nggak lo? Lebih bagus dari kemaren." Bobi meletakkan ponselnya, menatap padaku dengan wajah semringah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun