Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Horor

Ninja Sawit

24 April 2023   06:00 Diperbarui: 24 April 2023   06:13 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa, hanya dapat segini!" bentak Jamal kepada beberapa pria yang berdiri di hadapannya. Ia membanting uang ke meja dan meraih nota timbang sawit, lalu meremasnya.

Rahang pria berusia 42 itu mengeras. Matanya memelotot dengan embusan napas yang memburu karena emosi. Kebun sawitnya yang seluas lima hektar biasanya menghasilkan empat ton kini hanya tiga ton yang bisa mereka jual ke pabrik. Jika dinominalkan dengan harga sawit yang sekarang tiga ribu per kilo. Dua belas juta akan ia terima dan akan dipotong untuk biaya pemupukan, perawatan pruning atau pemangkasan pelepah-pelepah daun tua dan yang tidak produktif lagi, penyemprotan gulma, upah piringan sawit, dan panen.

Jamal kecewa sudah tiga kali panen hanya menerima sembilan juta sekian saja, ia pusing karena uang sebanyak itu setelah dihitung hasil bersihnya tidak akan cukup untuk biaya hidup dan kuliah anaknya yang ada di kota. Ia dan istrinya adalah pegawai negeri  yang tak bergaji lagi karena telah menggadaikan SK-nya ke bank dan mengalihkan sumber penghasilan ke kebun sawit. Selama ini perhitungan ekonomi mereka sangat tepat dan biasanya lebih dari cukup.

"Iya, Bang, kami aja bingung, hasilnya, kok, bisa meleset lagi," jawab Anton dengan diiringi anggukan dari kedua temannya. Anton adalah adik ipar Jamal yang ia percayakan sebagai tukang panen kebunnya.

"Ninja sawit kurang ajar! Tak bisa dibiarkan!" maki Jamal. Lelaki bertubuh tambun itu dengan kasar menekan angka pada kalkulator dan menghitung upah panen yang akan diterima oleh Anton dan kawan-kawannya. Jamal membuka karet gelang pengikat uang yang ia terima setelah menghitung dengan pas, ia pun memberikan kepada Anton. Selanjutnya adik ipar dan kedua temannya itu pun pamit.

Jamal menunduk dan memijit pelipis, ia merasakan denyutan di kepala.

"Kenapa, Bang?" sapa istrinya yang tanpa disadari Jamal telah duduk di sebelahnya. Jamal pun menceritakan tentang hasil panen mereka. Perempuan yang mengenakan daster terusan bermotif batik itu pun menunjukkan raut wajah masam.

"Jika kita suruh orang menjaga kebun kita, paksa pulak kita keluarin duit lagi," ucap Saidah dengan kening berkerut. Ia adalah wanita yang sangat irit dan perhitungan, segala sesuatu pengeluaran harus jelas dan dicatat.

"Itulah, apa yang kita dapat lagi, uangnya habis kena beban aja lagi, jadwal memupuk pun udah dekat ini," cetus Jamal.

"Aku ada ide, Bang!" seru Saidah, kedua mata wanita itu berbinar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun