"Ma, lama lagi?" Anakku yang tadinya goleran dan uringan-uringan untuk kesekian kalinya bertanya. Ia datang dari arah ruang tengah berjalan dengan lemas
Aku menoleh. Mata bulat nan jernih itu pun tak lepas memandangi jam dinding bulat jarum pendeknya menunjukkan pukul 17.30.
"Bentar lagi, ya, paling setengah jam-an lagi, kita buka ya, Nak." Aku yang sedang menumis sayur menyahut dengan tersenyum maklum.
Si bungsu berusia delapan tahun dan baru duduk di kelas dua SD masih belum berubah soal bertanya jam. Masih seperti setahun yang lalu belajar berpuasa. Jika tahun lalu hanya mampu setengah hari, maka tahun ini sudah bisa full. Cuma itu, masih suka merenggek dan banyak permintaannya.
"Bawa ayah pergi ngabuburit gih, bisa beli nambah pembukaan,"usulku padanya.
Ia bangkit berdiri dengan semangat dan menyahut.
"Iya, ya, Ma, Syamil bilang ayah lah, dadah, Ma." Bocah itu pergi berlalu menuju dan memanggil ayahnya yang sedang di teras depan.
Aku pun telah selesai memasak sayur dan meletakkannya di meja makan. Bersiap untuk mandi dan bisa santai menjelang berbuka. Mataku melihat jam dinding, aku termangu. Jarum itu bergerak, detiknya terus berputar. Waktu, oh, waktu, maka muncullah ideku menuliskan tentang waktu. Berikut, inilah sekiranya sebagai muhasabah bagi kita semua, terutama diriku yang masih lalai, hiks.
Waktu begitu cepat berlalu. Semua yang kita lewati akan menjadi kenangan dan lalu menghilang. Sesuatu yang tak bisa kita kalahkan adalah waktu. Andai bisa seperti di film atau cerita-cerita yang bisa mengendalikan waktu tentunya begitu banyak yang akan kita perbaiki.
Waktu begitu penting, sampai-sampai Allah dalam surahnya berjanji atas nama waktu. Pada surah Al- Ashr 1-3.
"Demi masa, sesungguhnya  manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."
Masing-masing kita sebenarnya mendapatkan waktu yang sama 24 jam dalam sehari semalam. Cuma dalam pemanfaatannya tentunya sangat berbeda. Ada yang menggunakan dengan sebaiknya dan ada juga mensia-siakan begitu saja.
Padahal waktu adalah sangat berharga. Sebaiknya untuk peningkatan kualitas dan potensi diri. Pada ceramah sering kita dengar dinyatakan bahwa: Barangsiapa harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka ia termasuk beruntung. Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat."
Waktu digunakan dengan efektif dan efisien dengan begitu segala hal bisa kita tuju sesuai target. Jadi ingat lagu grup nasyid Raihan dengan lirik dari hadist berikut. Â
"Carilah yang lima sebelum datang yang lima, yaitu manfaatkanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu(dengan ibadah), gunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu(dengan amal shaleh), gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu(dengan sedekah), gunakanlah masa hidupmua sebelum datang masa matimu(mencari bekal hidup setelah mati), gunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa sempitmu."(HR. Dailami)
Masa muda masih produktif dan sehat, jangan menyesal kemudian. Ketika ingin beribadah tubuh sudah tak berdaya. Kesibukan jangan ditumpuk langsung kerjakan jika ada waktu. Kita tak tahu yang terjadi ke depannya. Berusaha agar tidak ada urusan yang menjadi terbengkalai. Perekonomian bisa berubah, jika kaya maka berbagilah, jika sudah susah tak dapat lagi bersedekah materi. Hidup hanya sekali, dan sebentar, dulunya anak-anak eh tau-taunya sudah punya anak. Muda, dewasa, dan menua itu pasti, belum lagi ajal yang tak dapat diprediksi.
Jika dunia barat mengatakan waktu adalah uang, time is money. Menurut mereka yang berorientasi ke materi dan dunia. Waktu harus digunakan sebaik mungkin, bekerja dan belajar, belajar dan bekerja makanya dunia dan peradaban mereka pun berkembang pesat. Tidak ada waktu untuk bersantai atau waktu yang yang terbuang begitu saja.
Waktu yang mengelinding begitu saja, dalam denting jam yang berbunyi, detak detik tik-tok jarum, tercatat pada buku harian, kalender tahunan maupun pada prasasti, itu hanyalah hitungan yang sebenarnya waktu itu adalah kehidupan kita itu sendiri.
Ketika kita tak mampu menyelesaikan tugas dengan baik maka waktu begitu pendek. Waktu jua terasa sangat lamban bagi kita yang mengalami derita, seperti menunggu pembebasan dari dalam penjara, atau antrean apalah. Waktu juga akan terasa singkat jika kita bersuka cita. Melalui waktu adalah bagian dari peristiwa sejarah, perekam abadi dari segala peristiwa yang merangkum kebaikan maupun kenistaan.
Intinya hidup untuk meraih kesuksesan dan mengukir prestasi  yang bermakna bagi dunia dan berarti bagi akhirat. Keseimbangan antara dunia dan akhirat. Kita harus mampu memanfaatkan waktu dengan maksimal. Wallahua'lam bisshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H