Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadan dan Kisah Belanja yang Bablas

8 April 2023   06:07 Diperbarui: 8 April 2023   06:10 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan telah memasuki hari ke tujuh belas. Keadaan pasar semakin ramai, orang-orang yang dari pe;osok pun sudah keluar. Berbelanja segala keperluan menyambut lebaran yang tak lama lagi. Terutama mencari pakaian baru dan peralatan rumah tangga. Pembicaraan sering membahas tentang THR dan mulai cuti bersama.

Begitu juga yang dialamai ibu rumah tangga---Sinta berikut ini. Hari Minggu, hari yang menyenangkan. Selain libur kerja, Sinta bisa pergi ke pasar. Di daerahnya hanya ada pasar tradisional. Jika hari Minggu pasar ramai, karena banyak pedagang pendatang yang buka lapak, hingga di tepi-tepi  jalan aspal menuju masuk pasar biasanya disebut pedagang pembelok. Hal itu membuat Sinta sangat riang,  apalagi jika ada yang jualan obral. Jika beruntung dapat pula selisih harga yang lumayan dibanding hari biasa.

Sinta sambil bernyanyi, "Pada hari Minggu kuturut Ayah ke kota, eh salah maksudnya pada hari Minggu aku pergi ke pasar" bersiap dengan baju gamis senada dengan  jilbab yang dikenakan. Perlahan dengan pasti sepeda  motor matik Sinta menuju arah pasar, hingga parkiran. Hatinya sangat ceria karena suasana didukung isi dompetnya  yang baru gajian dan diserahkan oleh suaminya malam tadi.

Sengaja atau tidak, bisa jadi  panggilan pasar yang alami. Lokasi pasar pertama yang tertuju dilewati oleh kaki Sinta adalah deretan toko yang menjual pakaian,rencana dia,  nanti jika sudah  selesai melihat-lihat  barulah nanti ke bagian belanjaan dapur pikirnya.

Di depan toko banyak pakaian terpajang, ada yang di gantung serta dikenakan pada manekin. Dengan berbagai model dan warna-warni seperti pelangi yang indah. Cantik-cantik berkilaun, kemilau. Mata Sinta membesar dan beberapa kali  meneguk saliva saking ngilernya. Senyum semringah menghiasi wajahnya. Setiap toko yang ia lalui ada saja pembelinya yang melakukan penawaran dan memilah-milih.

Seakan-akan telinga Sinta mendengar, "Beli aku." Manekin itu berbicara. Sinta terkesiap, pikirnya apa ia salah dengar dan berhalusinasi.

"Cobain baju ini, pasti cocok untukmu," pungkas manekin pada toko yang di sebelahnya.

"Hah, ini bukan mimpikah?" Sinta membatin sendiri sembari mencubit pergelangan tangannya.

Sinta yang termangu di depan toko dengan kening berkerut seperti orang linglung membuat ia menjadi pusat perhatian. Mata Sinta  mengerjap. Apakah ini nyata atau khayalan batinnya berkata lagi.

"Mana cocok sama aku, aku pendek, sedangkan manekin badanmu proporsional, tinggi langsing," Sinta berbicara dalam hati.

"Cocok kok, kan bisa dipermak. Potong, dan dipaskan." Manekin yang berstelan hijab dan gamis menyahut.

Loh, Sinta terbengong. Mengaruk kepalanya yang tak gatal. Kok bisa ya, manekin menyahut perkataan dalam hatinya, Sinta keheranan .

"Ayo beli, beli aku!" teriakan manekin itu bersamaan. Terus berulang-ulang. Membuat Sinta memandang ke sana ke mari mengikuti suara yang memanggil.

Melihat Sinta celingukan di teras toko. Si pemilik toko menghampiri dan mengeluarkan segala jurus rayuan maut serta janji manis pujian. Membuat Sinta makin klepek-klepek seperti ayam mau disembelih.

Sinta masih berpikir apakah membeli pakaian  atau tidak? Sementara manekin itu terus menggoda dengan senyuman lebar dan manis menawarkan, plus pedagang yang ramah sedunia. Membuat  Sinta lemah lutut dan puncaknya hatinya meleleh.

Memakan waktu hampir satu jam, bernegosiasi tawar menawar dengan penjual serta mencoba sana-sini berbagai model serta warna, akhirnya tas keranjang belanjaan Sinta sudah penuh dengan isi borongan pakaian luar hingga pakaian dalam. Meleset! Istilah yang  digunakan oleh  daerahnya  jika berbelanja di luar batas anggaran, atau  yang direncanakan apa, eh,  yang dibeli malah yang  lain. Bahasa umumnya bisa kali dikatakan 'khilaf' kali ya.

Setelah melihat jam di tangan barulah Sinta tersadar ternyata hari makin beranjak siang, nanti akan terlambat memasak. Matahari pun semakin naik. Catatan belanja tertulis begitu banyak  bahan dapur yang akan dibeli, dengan tergesa-gesa menuju ke lokasi pasar di belakang.

Sesampai  Sinta di rumah, dengan senang hati membongkar belanjaan. Baru disadari uang di dompet hanya tinggal hitungan beberapa lembar untuk modal hidup hingga habis tanggal bulan ini. Isi dompetnya  telah terbang dibelikan berbagai barang. Tanpa bekas dan pesan,  kegembiraan Sinta  seakan menguap berganti kesedihan. Sementara gajian akan cair sekitar dua puluhan hari ke depan. Penyesalan mendera Sinta, kenapa begitu terpesona tadinya dengan jeratan manekin serta penjual baju tadi. Sementara keperluan semakin banyak. Belum lagi THR yang tak pasti dari Perusahaan suaminya. Pakaian yang telah terbeli pun rasaya tak secantik semula ketika pertama dilihatnya tadi.  Hati Sinta kesal, akan bagaimana persiapan hari mendatang untuk makan. Karena uang gajian habis dalam waktu singkat.

Sambil memasak, Sinta mengerutu. Mengutuk diri nya yang kalap belanja. Seandainya saja tadi hanya berlalu numpang lewat saja, dan langsung ke bagian belakang pasar tidak akan ada rasa penyesalan. Belum lagi, bagaimana ia memberi penjelasan kepada suaminya nanti. Terbayang wajah suaminya itu akan masam dan merengut. Sinta menjadi nelangsa. Wanita bertubuh sintal itu hanya bisa tepuk jidat ataukah gigit jari. Entahlah, hiks. Bablas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun