Maka dengan tekad dan hati yang kuat aku mengajukan gugatan cerai. Beberapa kali sidang akhirnya keputusan diketuk. Aku resmi menjadi janda kembang. Saat ini aku fokus untuk mencari kerja melanjutkan hidup, menjadi sumber penghasilan untuk ibuku yang sakit-sakitan. Saudaraku yang lain juga hidup memprihatinkan, jadi aku dan ibu tidak bisa bergantung dengan mereka. Sebelum mendapat pekerjaan maka aku memilih bekerja di panti asuhan Tiara.
Kami sangat sibuk menyiapkan acara sambutan pada donatur yang datang dari luar kota. Â Anak-anak akan menampilkan berbagai pertunjukan, sebelumnya beberapa minggu, Â kami telah berlatih dengan keras.
Saat acara itu tiba, tiada disangka salah satu donatur yang datang itu adalah Sandi, ia merupakan tangan kanan sang bos. Kami saling bersitatap dengan lama. Takdir mempertemukan kami. Kami kembali mengobrol dan kuketahui  ia masih sendiri.
 Ia belum bisa move on  dan fokus bekerja dengan keras sehingga sekarang telah sukses. Ia menyatakan ingin menyatukan cinta dan melamarku. Aku terkejut, aku sadar siapa diriku. Meski aku masih merasakan getaran cinta yang dulu.  Aku pikir apa aku pantas dan layakkah bersanding dengannya. Ada sesuatu yang telah hilang dariku, sementara dari dirinya masih utuh.  Bisa saja sebenarnya dia  memilih banyak gadis yang masih asli.
Rasa rendah diri membuatku ragu. Sempat memberi waktu untuk berpikir ulang. Sandi tetap kuat ingin mempersuntingku. Dukungan dari ibu, keluarga serta Tiara juga mengalir. Kata mereka aku berhak untuk bahagia. Maka raihlah jika itu mengikuti isi hatimu, begitu kata mereka.
Kebahagiaan dan senyum yang tulus menghiasi hari pernikahan dua insan yang sempat terpisah. Sampai sekarang kami telah dikarunia sepasang buah hati, satu putra sudah masuk TK dan yang putri berambut ikal seperti bapaknya  lagi baru belajar berjalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H