Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelakor Itu Calon Tumbal Pesugihan

3 Maret 2023   15:38 Diperbarui: 3 Maret 2023   15:41 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini aku memutuskan akan menjumpai Mbah Karto, orang pintar yang direkomendasikan sahabatku Shelin. Katanya segala pengasihan, pelet maupun santet bisa diajukan pada Mbah Karto tersebut. Sayangnya, Shelin tak bisa menemani, berdasarkan alamat yang diberikannya aku melajukan mobil menuju ke kediaman orang pintar tersebut.

Setelah beberapa puluh menit dan melalui jalan yang lengang, sampailah aku di sebuah rumah kayu tanpa dicat dengan model bangunan tradisional. Rumah dengan halaman yang luas, tetapi hanya dihiasi lampu kecil mengantung di terasnya. Cahaya temaram itu membuat rumah tersebut terkesan suram. Beberapa lumut menempel di dinding dan tumbuhan liar tumbuh di sisi teras, seakan rumah itu tidak diurus dan tidak berpenghuni.

Aku mengetuk perlahan pada pintu yang tertutup. Embusan angin malam, dingin menusuk membuatku merapatkan jaket sembari menunggu respons dari si empunya rumah. "Permisi, Mbah ...." Aku mengulangi mengetuk pintu.

Terdengar pintu berderit seiring muncul kepala yang menyembul memperhatikanku dengan tajam dari atas sampai kaki.

"Masuk!" Lelaki tua dengan rambut sebahu tergerai yang telah seluruhnya memutih itu berbicara singkat. Ia berbalik arah dan aku mengikutinya dengan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan lapang di depanku. Hidungku menghidu aroma yang menyengat.

Pria yang kutaksir berusia tujuh puluhan yang berbadan bungkuk itu duduk di depan sebuah meja panjang dan mempersilakan aku duduk di depannya.

Di atas meja ada dupa yang mengeluarkan asap, mangkok berisi berbagai mahkota bunga yang berwarna-warni.

Aku menyampaikan maksud dan tujuanku padanya. Ia kuminta melenyapkan Sinta dan anaknya dan Mas Bayu menjadi milikku selamanya. Tampak lelaki yang wajahnya banyak memiliki kerutan itu terpejam beberapa saat. Bibir kering dan sedikit tertutup kumis putih itu komat-kamit lalu mengeleng lemah. Matanya terbuka dan sayu melihat ke arahku. Aku yang tak mengerti hanya diam dan mengerutkan dahi.

 "Ini, sulit! Ketahuilah kau dalam bahaya."

"Maksud, Mbah?" Aku memperbaiki posisi dudukku dengan lebih menegakkan badan.

 "Target yang kau tuju, akan menyerangmu. Tepatnya purnama ke depan kau akan dijadikan tumbal untuk pesugihannya. Sebenarnya ia telah tahu dan sengaja membiarkan hubunganmu dengan suaminya," jelas Mbah Karto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun