"Kita harus mengakhiri ini semua," ucap Mas Bayu menatap lekat padaku.
Aku yang sedang menyesap latte hampir tersedak. Ucapannya mampu membuat embusan angin sapai-sapai tidak lagi terasa menyejukkan bagiku.
 "Tapi, Mas?" jawabku membantahnya, seperti yang sudah-sudah. Hal ini sudah sering kami bahas dan selalu berakhir dengan buntu karena aku selalu berhasil merayunya kembali ke pelukkanku.
 "Aku sudah memutuskan, kita tak bisa begini terus, sampai kapan? Sebelum skandal ini terkuak, lebih baik kita mencari aman." Mas Bayu mendonggakkan kepala dan mengembuskan asap nikotinnya ke udara.
"Aku, mencintaimu, aku nggak mau pisah," lirihku dengan raut wajah sedih.
"Aku tak sanggup, jika hati istri dan anakku terluka atas tindakan kita yang telah jauh salah jalan." Mas Bayu mengenggam tanganku erat dengan tatapan mata sayu memohon.
Mas Bayu adalah atasan tempatku bekerja, semula kami bekerja secara profesional. Entah siapa memulai, keseringan bersama di ruangan dan waktu yang sama membuat kami merasa nyaman dan terbuai, hingga hubungan terlarang itu telah sampir setahun kami jalani tanpa terendus Sinta---istri Mas Bayu.
Sebenarnya perusahaan dan semua harta yang dimiliki oleh Mas Bayu adalah milik Sinta dan keluarganya. Mas Bayu sebagai menantu yang melanjutkan bisnis dengan segala tekanan dari keluarga Sinta.
Kini, enak saja dia, ingin lepas dariku begitu saja. Setelah apa yang telah aku korbankan, dia justru egois ingin menjaga hati istri dan anaknya. Tanpa memikirkan aku yang terluka. Kehormatanku telah kuberikan dengan suka cita dan penuh cinta. Selain itu aku belum puas menikmati dan dimanja dengan hartanya untukku dak keluargaku di kampung. Ia harus menjadi milikku seutuhnya. Aku tak peduli, apapun akan kulakukan. Jika tak lagi dia ingin bersamaku, maka cara halus akan kulakukan.
Pembicaraan seusai bergelut, sore di balkon rumahku tadi berakhir dengan aku mengiakan, seakan mengalah demi kebaikan semua.