Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebuah Asa: Dunia Isinya Orang Pintar Sekaligus Baik

16 Januari 2023   16:35 Diperbarui: 16 Januari 2023   17:20 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah mendengar kalimat berikut, "Dunia ini sudah banyak terisi oleh orang pintar, tetapi sedikit sekali dengan orang baik!"
Bisa jadi hal itu benar, bukan? Bahkan kita setuju dengan pernyataan tersebut. Sebagaimana kita lihat tindak kejahatan banyak terjadi dan itu terus meningkat. Pelakunya tak lain orang yang berpendidikan akademis tinggi. Sampai-sampai kita menjadi melongo. Pikiran kita seakan terhempas dan merasa miris, kok bisa? Secerdas itu dan ternyata kelakuannya jauh dari hal baik.


Sebut saja siapa pelaku koruptor? Siapa yang bermain-main dengan hukum? Bagaimana mereka mengelola pemerintahan? Kasus suap, prostitusi dan sederet kasus-kasus pelanggaran hukum lainnya yang mengiringi. Apa gelar akademis menjamin seseorang itu bekerja dengan jujur?  


Perlu diingat juga, kita berada pada zaman yang serba canggih. Teknologi berkembang pesat. Era digital telah banyak membuat berbagai perubahan. Informasi dan data yang didapat jika tak diawasi maka akan sangat berbahaya. Konten negatif, ujaran kebencian, dan radikalisme perlu ditangkal. Orang tua juga harus paham digital parenting terkait mendidik anak zaman now. Oh, ini, bukan hanya orang tua, tetapi semua pihak terkait, bahkan semua warga harus mampu memberikan edukasi tentang dunia yang menjurus ke industri 4.0.


Begitu juga kenakalan remaja semakin meningkat, katakanlah tawuran, seks bebas, judi online, narkoba.
Sepertinya kita memang harus mengevaluasi sistem pendidikan negara kita. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pendidikan karakter. Kita harus berubah, bukan hanya lagi mengejar nilai berupa angka tinggi sebagai acuan. Seharusnya lebih menitik beratkan pada pemahaman dan penerapan untuk nilai kehidupan, bukan sebatas nilai sekolah. Seorang penulis dan ahli psikolog terkenal dari California yaitu  Daniel Goleman berpendapat bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya mampu menyumbang 20% terhadap sukses hidup seseorang, sedangkan 80% lagi adalah sumbangsih dari kecerdasan emosional (EQ).


Sedikit kita bahas mengenai kecerdasan emosi yaitu ragam kecerdasan berupa kemampuan untuk mempertemukan perasaan dan emosi baik pada diri sendiri dan orang lain sehingga mampu mengklasifikasi dan menjadikan informasi tersebut untuk acuan pikiran dan tindakan. Bisa terlihat dari pengendalian diri, simpati dan empati, ketekunan, tanggung jawab kesetiakawanan, toleransi, jujur, sikap hormat menghargai dan lain sebagainya. Hal ini sesuai juga dengan tujuan penanaman sikap yang ingin dituju oleh pendidikan karakter yang sedang digalakkan saat ini.

Pendidikan karakter lebih mengedepankan budi pekerti, akhlak, dan moral.  Penanaman pendidikan karakter harus di mulai sejak dini, karena merupakan proses yang berkelanjutan. Tak lupa keberhasilan akan mudah diraih jika adanya kerja sama. Pihak yang wajib terlibat yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Rumah dan keluarga adalah hal terdekat serta lingkup terkecil. Namun, peranannya sangat penting. Pembentukan karakter dengan pola asuh dan didikan orang tua hal yang mendasari terbentuknya karakter pada diri seorang anak. Orang tua harus mampu bertanggung jawab secara moril dan materil. Lingkungan tumbuh kembang anak sedari dini hingga dewasa yang memberikan kenyamanan, kerja sama, support system positif dan diiringi dengan tauladan maka akan membentuk cara berpikir, bersikap, perasaan dan perbuatan.


Sekolah atau lembaga pendidikan sebagai jalur yang ditempuh untuk memperoleh ilmu yang lebih kompleks. Implementasi pendidikan karakter di sekolah dimulai dari sosok guru yang nantinya akan digugu dan ditiru. Tindakan guru bertutur kata dan bersikap menjadi acuan mutlak agar penerapan pendidikan karakter bisa berjalan. Walaupun, saat ini kita tak bisa menutup mata, masih banyak oknum guru. Hal ini tidak terlepas dari terjadi pergeseran nilai, disorientasi dan memudarnya kesadaran yang  mulai memprihatinkan. Proses yang harus diberlakukan di sekolah-sekolah adalah bukan hanya berfokus pada kegiatan ajar, tetapi  melakukan pembiasaan melalui kegiatan sehari-hari. Misalnya mengintegrasikan pelajaran dengan nilai-nilai karakter dan budaya serta mencakup komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan, serta tindakan untuk melakukan hal baik.  Beberapa dimensinya yaitu :


Olah Hati (Etik dan religius)
Dimensi ini diharapkan peserta didik memiliki iman yang tebal, mengerti akan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan yang beriman dan bertaqwa sehingga tercermin dari  akhlak yang mulia.


Olah Pikir (Literasi)
Pada dimensi ini mengenai kognigtif siswa yang unggul secara akademis. Memiliki motivasi untuk sukses mengejar impian dan bersungguh-sungguh untuk terus belajar.


Olah  Rasa (Estetik)
Peserta didik akan memiliki perasaan yang lembut, serta berjiwa seni atau menampilkan keindahan yang berhubungan dengan moral dan kebudayaan.


Olah raga (Kinestetik)
Terciptanya tubuh yang bugar serta sehat bisa berperan aktif melakukan sesuatu yang baik. Suatu karya dan prestasi akan lahir dari seseorang yang kuat secara fisik. Atlit-atlit handal akan bermunculan.


Dukungan pendidikan karakter harus didapatkan dari masyarakat atau lingkungan sekitar para peserta didik. Bertindak sebagai kontrol sosial serta berjalannya berbagai norma yang berlaku, misalnya norma kesopanan yaitu norma yang timbul dari hasil pergaulan manusia di dalam masyarakat. Bentuk norma ini biasanya mendapatkan sanksi berupa pengucilan, celaan maupun cemoohan dalam pergaulan jika tidak diterapkan.

 Contohnya cara menghormati orang tua, bersikap tidak menyinggung. Norma kesusilaan lebih ke ketentuan dalam pergaulan manusia yang bersumber dari hati nurani dan biasanya sanksi lebih ke perasaan diri sendiri, misalnya didera rasa bersalah, menyesal dan malu.


Masyarakat tidak bisa lepas tangan dengan dunia pendidikan. Peran serta masyarakat itu berupa dukungan, penerimaan, bantuan, mensosialisasikan pentingnya pendidikan karakter dilaksanakan.
Jika ketiga peran ini yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat saling melengkapi dan bekerja sama. Niscaya memberi harapan serta peluang besar mewujudkan agar peserta didik kita lebih unggul membangun bangsa kita agar kuat secara batin dan fisik.


Besar harapan kita, pendidikan karakter mampu menjawab tantangan negara kita yang sedang mengalami krisis. Kita dan generasi penerus mampu menyongsong masa depan yang cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun