Mohon tunggu...
Mega Vristian
Mega Vristian Mohon Tunggu... -

Seorang ibu rumah tangga dengan delapan anak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelang Giok Mama

2 Mei 2013   13:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Fiona, kamu lihat gelang ini? Koq ada di sini?,” aku bertanya pada Fiona, sambil menunjuk ke gelang giok itu.

“Pe Ngok Dhai-a! Pe Ngok Dhai-a…! (Lihat! Lihat..!)” Tiba-tiba Fiona sudah berdiri di sampingku.

“Ooo.ni ko hai..Sau lin yuk Mama, (ini kan, gelang giok Mama).” Fiona suka sekali melihatnya. Dipegang dan langsung dikenakannya ke pergelangan tangan kirinya yang kecil.

“Lihat tuh. Bagus kan, Yiyi (tante)… !” Fiona tertawa riang. Gelang yang terlalu besar bagi Fiona itu sudah menghiasi indah di tangannya. Tapi aku lebih kuatir dari pada mengagumi keindahannya. Kuatir gelang itu jatuh ke lantai. Bila pecah, retak atau lecet, aku yang akan disalahkan majikan. Lebih gawat lagi aku bahkan bisa kehilangan pekerjaan.

“Fiona..sudah. Sudah. Taruh saja di laci meja rias mama kamu. Nanti jatuh!” Aku mengingatkan dengan suara setengah berteriak. Fiona tidak menggubrisku sama sekali.

“Aku mau mengaca dulu, ah. Aku kan ingin kelihatan cantik seperti mama!!” Ia malah berlari keluar ke ruang makan tempat cermin besar digantungkan. Tidak beberapa jauh ia berlari dari kamar majikanku, tiba-tiba aku mendengar suara barang pecah.

Trang!!!!

“Fiona! Kamu kenapa?” aku segera meninggalkan pekerjaanku dan berlari keluar menuju Fiona. Kulihat ia sedang jongkok sambil memungut benda yang pecah. Ia terdiam dan wajahnya merah menahan air agar tidak jatuh dari matanya. Ada ketakutan dan rasa bersalah. Kurangkul gadis usia sepuluh tahun itu. Seumur dengan masa kerjaku menjadi pembantunya kedua orang tua Fiona. Benda yang kutakutkan akan rusak itu, telah pecah menjadi tiga bagian.

Lukisan naga emas yang melingkar di sekeliling gelang, terbagi menjadi tiga pecahan. Kepala, badan dan ekornya terpisah. Walau bukan aku yang memecahkan gelang giok, ketakutan dan kecemasan menghinggapi juga. Aku hanya pasrah saja. Kutepis rasa takut dan cemasku. Bila kedekatanku dengan majikan dan anaknya yang sudah seperti keluarga sendiri, harus berakhir dengan pemecatan, aku akan terima kini. Aku mencoba berpikir tenang. Hingga terlintas pikiran untuk merekatnya dengan putih telur ayam.

“Sudahlah, Fiona. Ini sudah terjadi. Gelang itu terlalu besar. Nanti aku belikan yang cocok denganmu,” aku berkata lembut sambil mengusap air matanya yang mulai menetes dan menjanjikannya gelang giok untuknya. Aku sudah terbiasa membelikan barang yang mudah kujangkau harganya, sekedar menghibur Fiona. Ia sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Maklum sejak bayi sampai besar, aku yang mengasuhnya.

Lalu kembali kualihkan pandangan pada gelang giok yang telah pecah itu dan kupungut seluruhnya dengan hati-hati. Aku segera bangkit dan berjalan menuju lemari es di ruang dapur. Aku ambil sebutir telur ayam, kupecahkan dan menampung putih telurnya dalam mangkok kecil. Pecahan gelang itu kubalurkan cairan putih telur. Aku gabungkan satu-satu. Kini terlihat utuh. Tapi tidak sempurna, karena bekas pecahan itu menjadi garis retak di tiga tempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun