Mohon tunggu...
Mega Srinuryati
Mega Srinuryati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada

Tidak ada yang tidak mungkin -mega,2019

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia VS China, Ternyata Ini "Pangkal" Sengketa Laut China Selatan dan Implikasinya terhadap Indonesia

11 Desember 2021   01:11 Diperbarui: 13 Desember 2021   13:28 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Nine-dash line - Wikipedia 

"Laut dan pantai tidak akan menghargai mereka yang terlalu gelisah, terlalu serakah, atau terlalu tidak sabar"

Yogyakarta (11/12/2021) - Pekan ini, pemberitaan dipenuhi soal pemerintah China yang dilaporkan melakukan protes terhadap pemerintah Indonesia. Dalam laporan Reuters, China disebut meminta RI untuk menyetop operasi pengeboran minyak dan gas di Natuna, Laut China Selatan (LCS).  Terungkap dari penyataan Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan dikutip media tersebut, Rabu (1/12/2021), Negeri Xi Jinping berpendapat lokasi berada di wilayah klaimnya dengan konsep sembilan "garis putus-putus".

Lantas, seberapa besar 'harta karun' di Laut China Selatan? Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo sempat mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa potensi besar gas di Blok East Natuna ini bahkan telah ditemukan sejak 47 tahun lalu. Tapi sayangnya hingga saat ini belum juga bisa dieksploitasi. Kendalanya, menurut Hadi Ismoyo yaitu karena kandungan karbon dioksidanya besar sekali mencapai 71%. Sehingga dibutuhkan teknologi canggih dan investasi tinggi untuk mengelolanya. Menurutnya, aktivitas pengeboran di daerah Natuna ini, terlebih berbatasan dengan LCS menjadi sangat penting untuk segera dilakukan. Bila ada kegiatan pertambangan seperti ini, maka menurutnya tidak akan mudah diklaim oleh negara lain bahwa kawasan tersebut merupakan milik mereka.

Ternyata, ini 'pangkal' Sengketa Laut China Selatan, terdapat paling sedikit 3 hal yang membuat Laut China Selatan menjadi wilayah perairan yang rawan konflik besar dewasa ini dan masa mendatang.

Pertama, Laut China Selatan adalah sebuah kawasan perairan dengan potens sumber daya alam (SDA) yang kaya, terutama minyak dan sumber energi lainnya, dengan beberapa gugusan pulau, yang tersebar di sekitarnya, yang menjadi perebutan saling klaim beberapa negara di sekeliling kawasan, seperti China (Republik Rakyat China --RRC), Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Kedua, karena letaknya yang berada di jalur perlintasan kapal-kapal internasional yang melewati Selat Malaka, salah satu yang paling sibuk di dunia, dan merupakan jalur penghubung perniagaan dari Eropa ke Asia dan Amerika ke Asia dan sebaliknya, melalui wilayah perairan negara[1]negara di paling sedikit di 3 kawasan penting, yakni Asia Tenggara, Asia Timur dan Asia-Pasifik, maka, selain negara pengklaim itu, negara-negara yang terletak di sekitar Laut China Selatan tersebut, seperti Indonesia dan Singapura, bahkan Amerika Serikat (AS), berkepentingan setiap saat atas terjaganya stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan.

Terakhir, pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia, terutama China, dan sebaliknya pertumbuhan yang menurun terus di Eropa dan AS, membuat banyak negara berupaya memperoleh kontrol atas atau memperebutkan kawasan perairan yang strategis dan dinamis itu, yakni Laut China Selatan.

Sumber : Peta klaim Laut China Selatan . Kapal Milisi China Mencengkeram Laut China Selatan | Republika Online 
Sumber : Peta klaim Laut China Selatan . Kapal Milisi China Mencengkeram Laut China Selatan | Republika Online 

Singkat kata, Indonesia memiliki kepentingan yang konkrit di Laut China Selatan. Jika eskalasi ketegangan di Laut Cina Selatan mencapai tahap konflik bersenjata di laut, hal tersebut akan berdampak terhadap kedamaian dan keamanan kawasan. Secara politis, hal tersebut akan menempatkan Indonesia dalam posisi yang sulit, berada di antara dua major powers yakni Tiongkok dan Amerika Serikat. Di pihak lain, peta nine-dash line yang diajukan oleh Tiongkok kepada Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyertakan sedikit bagian dari ZEE, yang juga merupakan salah satu alasan mengapa Indonesia mengambil peran aktif dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun