Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di seluruh dunia yang mencapai sekitar 240 juta jiwa (Badan Pusat Statistik). Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak tersebut sebagian besar diantaranya adalah penduduk berusia produktif di mana mayoritas termasuk dalam usia kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia terbilang melimpah, yakni sekitar 118,19 juta jiwa pada Agustus tahun 2013 (Badan Pusat Statistik). Namun pada kenyataannya jumlah pengangguran di Indonesia juga cukup tinggi, sekitar 110,80 juta jiwa (Badan Pusat Statistik). Terlebih sebagian diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi yang notabene menjadi sarjana. Sebut saja para sarjana yang belum beruntung itu adalah pengangguran terdidik.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Diantaranya adalah tidak seimbangnya lapangan pekerjaan yang tersedia dengan tingginya jumlah tenaga kerja yang terserap. Selain itu, mindset untuk bekerja di sektor formal seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah tertancap di pikiran sebagian besar penduduk Indonesia sebagai salah satu pekerjaan yang paling dicari. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya animo masyarakat yang ingin memperebutkan posisi sebagai PNS setiap kali pendaftaran calon PNS dibuka. Ribuan orang berbondong-bondong untuk mendaftar dan berharap agar dapat diterima, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan tetap yang cukup menjanjikan meskipun tidak seberapa.
Adanya mindset untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang dianggap cukup menjanjikan seringkali mengesampingkan kemampuan dan potensi diri yang sesungguhnya. Rata-rata yang ada di pikiran orang-orang yang tengah mencari pekerjaan adalah bagaimana caranya bisa mendapatkan pekerjaan yang mendapatkan gaji tetap setiap bulannya sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa memikirkan efek jangka panjang jika pekerjaan yang mereka dapatkan ternyata tidak sesuai dengan passion (kegemaran) mereka masing-masing.  Analoginya seperti seorang siswa SMA yang baru lulus dan ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Pada umumnya, dia akan merasa kesulitan untuk memutuskan jurusan apa yang ingin dia ambil jika dia belum tahu passion-nya yang sebenarnya. Jika dibiarkan, hal ini bisa membuat siswa tersebut merasa salah jurusan pada saat masa perkuliahan. Akibatnya, kemungkinan terburuk dia akan merasa enggan dalam perkuliahan sehingga hasil yang diperoleh pun kurang maksimal dan akhirnya dia berhenti atau pindah ke jurusan lain.
Sama halnya dengan mencari pekerjaan, jika pekerjaan yang didapatkan kurang sesuai dengan passion kita, maka ada kemungkinan bahwa hasil yang diperoleh pun kurang maksimal. Pasalnya, ketika kita melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan passion kita, maka kita akan melakukannya sepenuh hati sehingga mungkin akan lupa waktu dalam mengerkjakannya lantaran terlalu asyik dengan apa yang kita kerjakan. Sehingga kita melakukannya dengan penuh tanggung jawab dan mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
Lalu, bagaimana peran atau pengaruh dari passion yang kita miliki terhadap penurunan jumlah pengangguran di Indonesia? Jika kita telaah lebih lanjut pada kasus tingginya animo para pencari kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan dari sektor formal, maka paradigma tersebut dapat dibelokkan dengan cara mencari profesi yang sesuai dengan passion yang dimiliki masing-masing individu. Artinya, kita tidak harus berpikiran bahwa jika kita mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap dari pemerintah atau instansi lain yang dianggap menjanjikan, tanpa memperhatikan passion yang kita miliki yang sebenarnya dapat dikembangkan menjadi profesi, maka kita akan tetap mendapat nilai plus atau keuntungan lain meskipun dalam keterpaksaan. Mengapa kita tidak berpikiran bahwa jika kita mencari profesi yang sesuai dengan passion kita masing-masing justru akan mendapatkan beberapa keuntungan lain, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Misalnya, seseorang yang ingin mencari pekerjaan mempunyai passion dalam bidang kewirausahaan, dia tidak harus mencari pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion-nya itu dan lebih memilih untuk menjadi pegawai. Dia bisa membuat profesinya sendiri dengan mendirikan suatu usaha yang sesuai keinginannya. Bahkan dia bisa menyerap tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjalankan usahanya tersebut. Selain mendapatkan penghasilan, dia bisa melakukan profesinya sepenuh hati, serta menyediakan lapangan pekerjaan pula. Tak hanya di bidang kewirausahaan, penyediaan lapangan pekerjaan yang berdasarkan passion juga berlaku untuk passion di bidang lain, seperti seni, jurnalistik, dan passion dalam bidang lainnya. Bukankah jika semakin banyak tenaga kerja yang terserap maka jumlah pengangguran semakin berkurang?
Jika masyarakat mulai menerapkan konsep pencarian profesi berdasarkan passion yang benar-benar dimiliki, bukan menunggu diterima pekerjaan sektor formal yang banyak diburu orang lain, maka tidak menutup kemungkinan bahwa sedikit demi sedikit akan menurunkan angka pengangguran. Semakin banyak orang yang mencari profesi yang sesuai passion bahkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan, maka semakin banyak pula tenaga kerja yang terserap sehigga angka pengangguran akan menurun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H