Mohon tunggu...
mega salvia
mega salvia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya hobby menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dakwah

20 Mei 2024   20:55 Diperbarui: 20 Mei 2024   21:11 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Iklan Bisnis Internet

Oleh: Syamsul Yakin

Oleh: mega salvia (Siswa)

Wali Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Kota Depok, dalam Kebingungan

Saat ini, Internet tidak hanya digunakan untuk mencari informasi, tetapi juga untuk mencari nafkah. Segala jenis barang dijual melalui website jual beli online. Misalnya baju, celana, taplak meja, buku, elektronik, onderdil mobil, makanan, minuman dan semuanya terlalu panjang untuk disebutkan. Inilah yang disebut dengan bisnis online.

Menghasilkan uang secara online adalah peluang bisnis yang mudah dan murah. Selain itu, berbeda dengan offline, margin pemasarannya tidak terbatas. Modal bisnis online relatif lebih sedikit. Biaya operasional juga dapat ditekan serendah mungkin. Meskipun bisnis offline memiliki waktu terbatas, bisnis online buka 24 jam sehari.

Bisnis awalnya berlisensi atau berlisensi. Karena perdagangan tersebut sebenarnya adalah perdagangan yang menang setelah pertukaran. Keuntungan dalam konteks ini bukanlah suatu komoditi, melainkan uang. Keuntungan bisnis diperoleh dari penjualan barang atau jasa. Secara historis, perdagangan merupakan realitas sosio-antropologis dengan metode dan aturan yang berbeda-beda.

Namun bisnis online menimbulkan pertanyaan: halal atau haram? Bisnis biasanya dikatakan halal jika sesuai dengan rukun fikih Islam. Misalnya ada penjual dan pembeli. Ada pula barang atau jasa yang diperjualbelikan. Kemudian muncullah pernyataan-pernyataan, baik lisan maupun tulisan. Kalau ada yang tidak dipenuhi maka hukumnya haram.

Dalam bisnis internet, kehadiran penjual masih menimbulkan pertanyaan apakah pemilik atau orang yang berwenang. Tentu saja kedua posisi penjual ini halal, seperti halnya bisnis offline. Namun ada sudut pandang lain dari penjual. Pertama, menjual jasa pengadaan meminta ganti rugi. Kedua, penjual yang tidak mempunyai barang, namun dapat membawa barang.

Semua transaksi halal selama kedua belah pihak puas. Apabila ada dua pihak, baik penjual maupun pembeli, yang belum cukup umur, maka syarat usaha dianggap tidak terpenuhi. Apabila transaksi itu dilakukan baik lisan maupun tertulis, janji yang diberikan haruslah pemilik langsung atau orang yang diberi kuasa/kuasa.

Pertanyaan selanjutnya, apakah memenuhi syarat jual beli yang lazim menurut para ahli hukum Islam? Menurut ortodoksi ulama, jual beli jenis apa pun diperbolehkan selama tidak melanggar rukun dan syarat. Pelanggaran terhadap asas jual beli, misalnya tidak adanya barang, menjadikan transaksi tersebut ilegal.

Namun, keberadaan fisik barang bukan merupakan prasyarat untuk perdagangan. Dalam bisnis online yang sama, informasi produk ditampilkan secara audiovisual. Dengan kata lain, media online merupakan komposisi yang bersifat kontraktual. Meski penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara fisik. Sebab pertemuan fisik antara penjual dan pembeli bukanlah syarat jual beli.

Artinya bisnis online menampilkan penawaran produk dari penjual beserta spesifikasi dan harganya di media sosial, dalam hal ini pembeli merespon dengan memesan produk secara online, sehingga dianggap penjual dan pembeli sudah bertemu. . Aspek selanjutnya yang tak kalah penting adalah kejujuran satu sama lain.

Dalam sebuah toko online, selain memenuhi syarat jual beli, Anda juga perlu mengetahui kualitas fisik barang yang dijual, apakah pada dasarnya barang tersebut halal dan apakah juga halal. bagaimana cara mendapatkannya Menjual barang curian secara online tetap dianggap ilegal meskipun transaksinya memenuhi syarat mutlak.

Dalam bisnis online, pedagang dapat menawarkan gambar audio visual produk meskipun mereka tidak memiliki barang secara fisik. Jika pedagang mengharuskan pembeli membayar lunas barang tersebut dan mengirimkannya, maka transaksi tersebut dianggap halal. Dalam yurisprudensi klasik, hal ini disebut dengan kontrak penyambutan.*.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun