Mohon tunggu...
Mega Rifandiah Sahra
Mega Rifandiah Sahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - halooo!

Mahasiswa SV IPB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dengan Tradisi yang Masih Kental, Ini Fakta Menarik Mengenai Kasepuhan Ciptagelar

15 Maret 2023   20:00 Diperbarui: 15 Maret 2023   20:04 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sukabumi, 6 Maret 2023. Kasepuhan Ciptagelar, Kecamatan Cisolok. Kabupaten Sukabumi terdapat tiga kasepuhan yang berada di Kecamatan Cisolok, yaitu Ciptagelar, Sinar Resmi, dan Cipta Mulya yang terkenal dengan keunikan budayanya. Di tengah kemajuan zaman, Kasepuhan Ciptagelar mampu bertahan tetap menjunjung kearifan lokal namun tetap eksis hingga kini. Kasepuhan Ciptagelar merupakan salah satu kampung adat yang termasuk dalam kesatuan adat Banten Kidul. Kasepuhan ini berasal dari kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi yang bertempat di Cipatat, Bogor. Kemudian para tokoh adat kerajaan berpencar untuk mendirikan kampung/kasepuhan sendiri dengan wewenang yang berbeda.

Pada dasarnya aturan yang diikuti oleh warga Ciptagelar adalah aturan adat yang di pimpin kasepuhan. Perilaku masyarakat Ciptagelar diatur dalam adat, contohnya panen satu tahun sekali dan libur hari jumat. Masyarakat adat juga memiliki beragam ritual adat maupun sosial keagamaan salah satunya ritual Seren Taun. Seren taun biasanya dilakukan setiap satu tahun sekali. Tujuannya untuk menghormati dan tanda terimakasih kepada Yang Maha Kuasa dan Leluhur yang memberikan keberkahan.

Kelembagaan adat kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh Ugi Surgiana Rakasiwi seorang ketua adat yang akrab dengan sebutan Abah. Abah merupakan ketua kasepuhan dari tiga kasepuhan yang berada di Cisolok, Sukabumi. Abah dibantu oleh Jaro Adat, Panghulu, Paraji, Bengkong, dan Baris Kolot yang memiliki tugasnya masing-masing. Ketua adat Ciptagelar dipilih secara turun-temurun dari zaman dulu hingga sekarang untuk melestarikan nilai-nilai budaya. Abah Ugi merupakan generasi ke-10 yang mewarisi status ketua dari almarhum ayahnya sejak 2007.

Upacara adat yang dilakukan sepanjang tahun adalah "Opat Belasan" yang dilakukan setiap tanggal 13 malam hijriyah (menurut kalender islam) setiap bulan. Upacara ini dimaksudkan untuk menyambut bulan purnama agar hati manusia selalu terang. Biasanya berupa selametan, doa tengah malam, dan disertai dengan kesenian tradisional setelahnya. Setiap kegiatannya akan ada kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam. Upacara adat yang dilakukan setiap tahunnya adalah Upacara Ngaseuk, Mipit, Nganyaran, Ponggokan, Seren Tahun, dan Hajatan.

Upacara Ngaseuk artinya menanam padi di ladang serta menanam padi di sawah lalu padi di tuai saat Upacara Mipit. Padi tersebut mulai dimasak saat Upacara Nganyaran oleh warga kasepuhan sendiri. Upacara Ponggokan merupakan wujud permintaan maaf kepada Ibu Bumi yang telah diolah untuk keperluan pertanian. Puncak dari segala upacara yaitu Upacara Seren Tahun, sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta bahwa panen berhasil. Di Kasepuhan Ciptagelar, uniknya Upacara Hajatan dilakukan bersama-sama untuk mengeratkan rasa persaudaraan.

Penduduk Kasepuhan Ciptagelar mayoritas berprofesi sebagai petani dengan memanfaatkan lahan pertanian yang ada. Hasil dari penanaman padi tersebut tidak boleh di perjual belikan dan harus di kelola bersama-sama. Kasepuhan Ciptagelar dikenal dengan kebiasaan gotong royongnya, warga mulai menanam hingga memasak bersama.

Ciri khas yang menariknya lagi adalah pakaian adat dari Kasepuhan Ciptagelar. Masyarakat disana biasanya menggunakan kain yang diikat dan kebaya untuk wanitanya, mulai dari anak-anak hingga ibu-ibu. Sedangkan untuk lelakinya menggunakan pangsi dan kain yang diikat, pangsi yang digunakan biasanya berwarna hitam. Sehingga orang yang datang ke Kasepuhan Ciptagelar harus mengikuti kebiasaan berpakaian tersebut. "Saya sebagai camat cisolok jika berkunjung ke Ciptagelar menyesuaikan pakaian disana, menggunakan pangsi dan sandal saja." Ucap Pak Asep.

Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang memiliki ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah yang unik. Rumah warga disana terbuat dari kayu dan dinding bambu dengan beratapkan pelepah aren kering. Rumah warga Ciptagelar tidak dibangun secara permanen karena mereka sering berpindah-pindah tempat. Berbeda dengan rumah Abah (ketua adat) yang memiliki empat bagian rumah yang cukup besar. Empat bagian tersebut yaitu rumah besar, dapur umum, rumah bambu, dan rumah tiang kelapa.

Setiap kasepuhan pasti memiliki larangan tersendiri, termasuk Kasepuhan Ciptagelar yang memiliki aturan dan larangan. Salah satu larangannya yaitu tidak memperjual belikan beras, beras yang dihasilkan untuk dikonsumsi bersama-sama. Tidak menggiling beras dengan mesin heler, masyarakat disana mengelola beras menggunakan tangannya sendiri. Selain itu, masyarakat dilarang mengeluarkan beras di waktu tertentu.

Ciptagelar juga memiliki larangan yang disebut dengan Hari Pungukan. Hari Pungukan adalah hari tidak boleh melakukan pembangunan apapun. Jika ada kunjungan atau bantuan sosial dari luar pun tidak akan diterima saat Hari Pungukan, karena sudah menjadi kebiasaan warga. "Saya pernah menjadi kasi sarana di dinas pendidikan, ketika memberikan bantuan harus dilakukan pada saat itu, ternyata dilarang jadi harus menunggu saat Hari Pungukan selesai." Ucap Pak Asep. Warga Ciptagelar juga tidak bisa menikah sebelum meminta izin kepada Abah (ketua adat) disana.

Akses jalan menuju Ciptagelar bisa dibilang cukup sulit, jalannya masih bebatuan dan sempit. Jika kesana, para pendatang harus menggunakan motor atau mobil yang berukuran kecil. Pak Asep sebagai camat di Kecamatan Cisolok ingin membantu mempermudah akses jalan menuju Ciptagelar. "Saya punya ide untuk mempermudah jalan menuju Ciptagelar, dengan memberikan bantuan kendaraan umum untuk mengantar orang yang berkunjung kesana." Ucap beliau.

Tingkat pendidikan disana pun masih kurang karena jauhnya jarak dari rumah warga ke sekolah. Mayoritas tingkat pendidikan masyarakat disana yaitu SD-SMP saja. Kehidupan ekonomi masyarakat Ciptagelar tak sebagus wilayah lain, sehingga mereka lebih memilih untuk putus sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun