Aku menyiapkan dokumen yang diperlukan Mark untuk keberangkatannya ke Singapore. Aku tak menyuruh office boy untuk menyerahkan dokumen ini ke Mark, aku ingin menyerahkannya sendiri. Darahku surut waktu Anggie masuk ke ruang kerja Mark, mendadak aku tak menyukai penampilannya yang seksi. Ia langsung duduk di depan Mark dengan kaki menyilang, rok mini yang ketat membuat pahanya yang mulus terlihat jelas tanpa halangan, aku pandang Mark sekilas hanya ingin memastikan kemana arah pandangnya, aku sedikit lega mata Mark fokus memperhatikan file yang diterimanya dari Anggie.
Aku tahu Anggie memang selalu berpenampilan seksi, selalu duduk didepan Mark dengan cara yang sama, selama ini aku sama sekali tak mengacuhkan namun kali ini aku menjadi tidak nyaman dengan cara duduknya yang memamerkan paha yang mulus itu. Aku mencoba menstabilkan hatiku yang mulai tak normal, mencoba berpikir jernih, siapa Mark, ia bukan siapa siapa, bukan pacarku, bukan pula suamiku, Mark hanya teman bicara, teman makan malam, dia sangat baik denganku tapi bukan berarti aku bisa menguasai hidupnya lagipun Anggie punya kebebasan duduk model bagaimanapun. Kegerahanku sudah mulai berkurang, aku meletakan dokumen yang dibutuhkan Mark di atas mejanya, setelah berbasa basi sebentar dengan Anggie aku meninggalkan ruang Mark.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H