Mohon tunggu...
Mega Triani
Mega Triani Mohon Tunggu... Relawan - Ke bang isakabeluma'ku

Perempuan from Neptunus. Sejak kecil di tendang ke Bumi yang agung. Sialnya di Bumi bagian Indonesia dengan penguasa yang kejam dan budaya patriaki yang kuat. Jadilah aku Megaman harus berjuang melawan fanahnya hidup di bumi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Lahan Gambut Menjadi Kabut

6 Oktober 2015   23:37 Diperbarui: 6 Oktober 2015   23:58 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bencana Alam Atau Menjaga Alam ???

Jangan menunggu bencana datang baru kebakaran jenggot, yang terpenting adalah pencegahan. sama halnya dengan bencana kabut asap, menjaga ekosistem hutan dan lahan gambut salah satu cara mencegah bencana kebaran hutan dan lahan.

Memiliki kawasan sumberdaya alam hutan yang kaya ternyata tak menjamin masyarakatnya dapat menghirup udara yang asri dan segar, begitulah yang tengah menghantui wilayah Sumatra dan Kalimantan saat ini, bukanya udara segar dan menyejukan yang didapat masyarakat melainkan udara berbahaya yang telah tercemar oleh kabut asap. Bahkan tak sedikit kerugian yang dialami akibat kabut asap mengganggu aktifitas pekerjaan, pendidikan dan kesehatan.

Kerugian sebagai akibat kebakaran hutan dan lahan gambut mengakibatkan dampak yang sangat luas serta menimbulkan permasalahan yang sulit ditangani baik dalam skala lokal maupun Nasional. Kabut asap yang belum juga tertangani terus menimbulkan korban penderita Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Kementerian kesehatan melaporkan akibat kabut asap sebanyak 12 ribu orang di Riau telah terjangkit ISPA, Sekertaris Jendral (Sekjen ) Kemenkes Untung Suseno mengatakan bahwa data itu masih sementara dan diperkirakan jumlahnya terus bertambah, penjelasan Sekjen dalam media online Republika, selasa 15 September 2015.

MENGINGAT KEMBALI

Berkenaan dengan kejadian kebakaran hutan selama sepuluh tahun terakhir ini, sebagian ditunjukan terjadi pada lahan gambut. Lahan gambut yang sudah terlanjur kering akan bersifat hidrofobik (sulit menyerap air), sehingga mudah terbakar. Kebakaran lahan gambut sangat cepat menyebar dan sulit untuk dikendalikan dikarenakan api dapat menjalar hingga kelapisan dalam dan membakar gas methane yang terkandung dalam lahan gambut. Itulah yang kerab terjadi di Sumatra dan Kalimantan. Mari mengingat kembali dari kejadian masa lalu di tahun 1995, mengenai Proyek Pembukan Lahan Gambut (PLG) sejuta Hektar untuk lahan pertanian di Kalteng.

Yangmana Proyek PLG tersebut untuk memenuhi kebutuhan pangan Nasional, memang benar saat itu dikabarkan sejak tahun 1994 impor beras Indonesia meningkat dari 600 ribu ton menjadi 1,8 juta ton dan terus meningkat hingga 7,1 juta ton di tahun 1998 (Muhammad Noor, 2010). Namun pemahaman terhadap sifat ekosistem lahan gambut terabaikan sehingga perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut menimbulkan lebih banyak dampak negatif bagi lingkungan maupun sosial masyarakat sekitar. Bencanapun datang di tahun 1997/1998 kebakaran hebat terjadi di kawasan PLG sejuta hektar Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap tebal berbulan-bulan dan emisi gas rumah kaca (CO2) yang sangat tinggi. Bencana tersebut merupakan catatan buruk dalam sejarah pengelolaan lahan gambut.

TIDAK BELAJAR DARI KEJADIAN MASA LALU

Kejadian buruk dimasa lalu ternyata tidak menjadi pembelajaran bagi Pemerintah dalam pengelolaan hutan dan lahan gambut saat ini. Ya lagi-lagi alam memang sering terabaikan dan dipandang sebagai komoditas untuk memenuhi kebutuhan oknum-oknum pemodal yang tidak bertanggung jawab, akibatnya banyak hutan dan lahan gambut yang dialih fungsikan menjadi perusahaan ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunaan. Menurut Analisis Forest Watch Indonesia (FWI) atas hasil penafsiran citra satelit di Indonesia Menunjukanan Indonesia kehilangan tutupan hutan alam (deforestasi) pada periode 2009-2013 sekitar 4,50 juta hektar, dengan kata lain setiap tahunya Indonesia kehilangan hutan alam sekitar 1,3 juta hectare. Sedangkan untuk hutan alam di lahan gambut pada periode 2009-2013 mencapai 1,1 juta hektar. Setengah Deforestasi yang terjadi di Indonesia terdapat di wilayah yang sudah dibebani ijin pengelolaan hutan dan lahan (HPH, HTI, Perkebunanan, dan Pertambangan) sebesar 2,3 juta hektar.

PERAN PEMERINTAH

Sudah saatnya Pemerintah selaku organ yang memiliki wewenang dalam penguasaan hutan dan lahan di Indonesia mempruntukan hutan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan berkelanjutan seperti yang telah diamanatkan dalam Pasal 4 UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Peran dan fungsi pemerintah dalam pengelolaan hutan dan lahan gambut sangat penting untuk masa depan bangsa. Generasi yang akan datang sebagai pewaris alam, kuncinya terletak pada perbuatan dan pelestarian saat ini. Mungkin sekarang bencana kebakaran hutan dan lahan telah terjadi di Sumatra dan Kalteng jika terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang serius akan berpotensi terjadi di seluruh wilayah yang memiliki kawasan lahan gambut. Bahkan berpotensi dapat terjadi bencana alam lainya, bencana alam yang terjadi bukan semata-mata bencana kemurkaan Tuhan melainkan bencana atas keserakahan dalam pengelolaan alam itu sendiri.

Sudah saatnya Pemerintah memandang serius masalah kebakaran hutan dan lahan. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi tata kelola hutan dan lahan, melakukan pengendalian kerusakan lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Hutan dan Lahan gambut ibarat memiliki 2 mata pisau, satu sisi dapat mebawa manfaat yang sangat besar buat kehidupan umat manusia, seperti ; sebagai sistem penyangga kehidupan, sebagai paru-paru dunia, sebagai tempat hidup bagi mahluk hidup satwa dan tumbuhan, dan lain-lain. Dan satu sisinya lagi dapat menjadi keburukan atau bencana bagi alam semesta, seperti ; kebakaran hutan dan lahan, banjir karna tidak ada daerah resapan air, polusi udara dimana-mana dan masih banyak lagi, jika dikelolaah dengan buruk dan tidak mengedepankan pelesatarian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun