Mohon tunggu...
mega larasati
mega larasati Mohon Tunggu... -

kuli tab, karena kuli tinta sudah jarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Hari Gini Masih Percaya Babi Ngepet?"

5 April 2016   10:29 Diperbarui: 5 April 2016   11:14 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini udah zaman modern, pada g*bl*k masih percaya babi ngepet"

"T*l*l banget dah, nggak punya otak apa anjingnya disiksa sampe kakinya patah begitu"

"Dasar orang-orang kampung, pasti gara-gara kebanyakan nonton sinetron serigala jadi-jadian"

 

... dan masih banyak lagi komentar bernada jijik sekaligus heran lainnya saat menanggapi sebuah artikel tentang anjing disiksa di Bekasi karena disangka anjing jadi-jadian. Sebagian besar memang sengaja diselipkan kata-kata kotor, seperti tulisan di atas sehingga harus saya sensor, mungkin maksud mereka supaya terdengar lebih pintar atau lebih berotak lah. Kalimat-kalimat di atas memang menggambarkan apa yang mereka katakan tentang topik yang hangat di kampung saya.

Tentang babi ngepet.

Hari Minggu lalu (3/4) orangtua saya pulang kondangan dari tetangga dan kalimat pertama yang ibu saya katakan adalah "Kamu nggak liputan?" Karena heran sekaligus sedang santai, aku tanya balik "Liputan apaan?"

Mereka lalu bercerita bahwa di RT lain, posisinya dekat dengan RT saya, sedang ada keramaian. Orang-orang dari berbagai wilayah berkumpul demi melihat seekor anjing hitam yang sedang dikurung. Salah satu kakinya dibalut perban. Apa yang unik dari situasi itu?

"Kata orang-orang RT situ, semalem jam 2 orang-orang yang sedang ronda lihat ada 2 anjing dan 1 babi jalan beriringan. Pas dideketin, 1 anjing dan babinya kabur dan mereka berhasil tangkep anjing yang jalannya paling depan. Mereka bilang itu babi ngepet karena aneh ada babi malem-malem, dan warga situ emang lagi sering kehilangan. Mereka pikir anjing yang di depan itu sebagai penunjuk jalannya," kata ibu.

Saya masih berpikir.. "babi ngepet?" karena jujur sudah lama sekali saya tidak mendengar istilah itu.

Orangtua saya lalu melanjutkan ceritanya. Bahkan ayah saya menunjukkan foto anjing yang dikurung tersebut.

"Tadi ada dua orang yang dateng jauh-jauh dari Karawang dan ngasih makan anjing ini. Mereka mengaku dari pecinta binatang dan lihat beritanya dari socmed. Orang-orang yang ngakunya pecinta binatang itu kalo ditanya banyak-banyak juga diem aja. Anjingnya dikasih makanan manusia, bubur sama nasi padang. Disuapin pake sendok. Anjingnya diem aja, nunduk terus. Kata orang semalem kakinya juga sempet dibacok tapi diem aja. Aku heran, padahal anjing itu musuhnya babi, di hutan-hutan aja kalo orang mau berburu babi pasti pake bantuan anjing," ujar ayah yang juga sedang berpikir.

"Katanya kalo anjing itu sampe 2 hari disitu, bakal dibakar. Katanya juga si babinya itu ibu-ibu, ibunya si anjing ini. Si anjing ini anaknya tapi cowok. Semalem ada polisi dan brimob," komentar ibu.

 

Ya ampun, mau dibakar... 

Hanya sekelumit cerita yang berdasarkan "katanya katanya" dari orangtua saya. Namun saat hari semakin petang, berita itu semakin menyebar. Keesokan harinya berita tersebut sudah menjadi bahan omongan pegawai wanita di swalayan dekat rumah. Dan malam harinya, saya menemukan artikel tentang berita tersebut. Isinya kurang lebih sama, namun saya baru tahu bahwa si anjing sempat dikeroyok. Saya mencoba untuk membaca kolom komentar dan ternyata berita ini memang menyita perhatian banyak orang. Sebagian menyatakan bahwa mereka senang dengan aksi pecinta binatang yang sigap dengan kabar tersebut. Sebagian lagi sangat menyayangkan tindak kekerasan yang dilakukan warga kepada anjing yang tidak terbukti bahwa anjing tersebut anjing jadi-jadian. Terakhir, sebagian meluapkan perasaannya dalam kalimat-kalimat seperti di awal tulisan ini. Mereka mengaggap bahwa kejadian ini adalah 'sampah'. "Hari gini masih percaya babi ngepet?", "Ini zaman modern, jangan kampungan", dan berbagai perkataan senada lainnya. 

Yang membuat saya ingin mengangkat masalah ini ke halaman kompasiana saya adalah sebuah pemikiran tentang seberapa modern kah bangsa Indonesia ini?

Apa sih modern itu?

Memang, sekarang zaman serba canggih. Serba harus up to date, bahkan smartphone terbaru dan dianggap tercanggih harus sampai pre order dulu karena yakin akan banyak peminatnya. Yakin bahwa banyak orang Indonesia yang tidak mau kalah untuk merasakan teknologi terbaru yang dianggap memudahkan aktivitas sehari-harinya. Ehem intermezzo, banyak juga yang punya smartphone canggih tapi hanya untuk telpon-sms-selfie-socmed.

Bicara tentang modern, tentu pola pikir dan gaya hidup di kota-kota besar menunjukkan sisi lebih modern. Tentu berbeda dengan di pedalaman/desa/kampung, agak aneh kalo kita mengatakan bahwa sekarang zaman modern dan kalian harus se-modern itu. Pola pikir dan gaya hidup dipengaruhi lingkungan, pendidikan/ilmu, dan faktor lainnya. Umumnya (tidak semuanya) masyarakat yang satu ini memang dituntut untuk berpikiran/berperilaku modern sedangkan kesehariannya saja dipusingkan oleh masalah ekonomi, bagaimana menghidupi keluarga, dll. Buka warung di rumah pun juga sudah alhamdulillah. 

Menurut saya, bukan masalah modern atau tidak modern. Percaya tentang hal gaib itu seperti sesuatu yang biasa. Memang, kepercayaan tentang hal gaib mungkin lebih banyak ada dalam diri masyarakat tersebut dibanding masyarakat di kota/wilayah yang lebih maju. Kenapa? Mungkin karena mereka lebih akrab dnegan ritual atau aktivitas sehari-hari yang juga melibatkan hal gaib. Lalu jika ada pertanyaan "Kenapa mereka masih saja percaya dengan hal-hal mistis seperti itu?"

Ada istilah media bahwa 'mystery, horror and sex are always sell' atau masyarakat lebih tertarik dengan 3 hal itu. Entah kenapa. Percaya atau tidak, tergantung dari masing-masing orang. Saya pun yang tinggal sewilayah dengan berita anjing itu juga tidak percaya dan sama sekali tidak tertarik untuk turut datang, bergabung dengan warga dan menonton makhluk ciptaan Tuhan itu dikurung dengan kondisi yang memprihatinkan. Tapi memang seperti itu adanya. Jika bicara tentang modern, apakah Anda masih sering dengar/tahu bahwa masih ada pernikahan dini di wilayah tertentu? Di mana perempuan berusia 17 tahun sudah dianggap terlalu tua untuk menikah? Dulu ada seorang perempuan yang bekerja di rumah saya sebagai ART. Usianya lebih tua 1 tahun dari saya saat itu. 

Tahun lalu, ia berusia 24 tahun dan galau karena ibunya memaksa dia untuk pulang kampung dan menikah. Ibunya bilang bahwa ada 3 pemuda yang siap mempersuntingnya. Padahal si Mba belum kenal orang-orang dan belum ingin untuk menikah. Bahkan, sang adik juga sudah 'melangkahi'nya. Si Mba tetap ingin kerja di sini. Tapi mau bagaimana lagi, demi menuruti keinginan sang ibunda, Si Mba harus pulang dan menikah. Usia 24 dianggap tidak laku lagi di kampungnya karena mayoritas menikah di usia 15 tahun. Apakah kita bisa bilang bahwa orang-orang termasuk ibunya tidak modern? Mungkin bagi kita, iya. Namun bagi mereka, ini sudah ketentuan. Mereka memang masih memegang keyakinan/prinsip harus nikah di usia remaja. Lalu apakah percaya babi ngepet itu ketinggalan zaman? Bagi kita, mungkin iya. Tapi bagi mereka mungkin tidak, karena hal-hal mistis seperti itu ada kemungkinan terjadi. Lalu apakah kita berhak untuk menghina mereka yang masih percaya? Saya rasa tidak perlu.

Namun 1 hal yang sangat disayangkan dan tidak saya benarkan di sini adalah sikap warga yang main hakim sendiri. Anjing dianggap sebagai maling yang ketahuan ketika hendak merampok sehingga harus secepat mungkin ditangkap dan dihajar. Saya tidak setuju atas pemikiran warga yang pendek dan merasa bahwa menghajar adalah cara terbaik. Bahkan ketika mereka berniat membakar anjing tersebut, saya kaget karena sebegitu mengerucutnya pemikiran mereka yang sangat yakin bahwa anjing itu adalah jadi-jadian. Saya pikir, jika memang jadi-jadian, bukankah lebih masuk akal jika mendatangkan orang yang bisa membantu dalam sisi supranatural. Manusia bukan Tuhan yang berhak memutuskan dan menghukum. 

Di sini kualitas iman dari masing-masing orang berperan penting. Mungkin Anda pernah dengar atau bahkan menonton film pendek tentang perempuan-perempuan yang dikurung dan diperlakukan layaknya sapi perah. Air susu mereka dikeluarkan secara paksa demi memenuhi permintaan pasar untuk dijadikan kosmetik dll. Film mengerikan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa manusia secara sadar atau tidak sadar memperlakukan binatang seenaknya demi suatu tujuan. Apakah Anda pernah membayangkan untuk bertukar nasib dengan binatang yang Anda sakiti? Pernah terpikir Anda 'dikeroyok' oleh sekumpulan anjing liar dengan luka gigitan di mana-mana? Jika nyawa Anda melayang, apakah para anjing tersebut peduli dengan Anda seperti Anda yang tidak memikirkan hidupnya dan terus menyiksanya? Pikirkanlah. 

Bertindaklah sebagaimana manusia harus bertindak. Tuhan tidak akan memberikan kewajiban kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi jika manusia tidak lebih unggul dari binatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun