Mohon tunggu...
mega larasati
mega larasati Mohon Tunggu... -

kuli tab, karena kuli tinta sudah jarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Hari Gini Masih Percaya Babi Ngepet?"

5 April 2016   10:29 Diperbarui: 5 April 2016   11:14 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun lalu, ia berusia 24 tahun dan galau karena ibunya memaksa dia untuk pulang kampung dan menikah. Ibunya bilang bahwa ada 3 pemuda yang siap mempersuntingnya. Padahal si Mba belum kenal orang-orang dan belum ingin untuk menikah. Bahkan, sang adik juga sudah 'melangkahi'nya. Si Mba tetap ingin kerja di sini. Tapi mau bagaimana lagi, demi menuruti keinginan sang ibunda, Si Mba harus pulang dan menikah. Usia 24 dianggap tidak laku lagi di kampungnya karena mayoritas menikah di usia 15 tahun. Apakah kita bisa bilang bahwa orang-orang termasuk ibunya tidak modern? Mungkin bagi kita, iya. Namun bagi mereka, ini sudah ketentuan. Mereka memang masih memegang keyakinan/prinsip harus nikah di usia remaja. Lalu apakah percaya babi ngepet itu ketinggalan zaman? Bagi kita, mungkin iya. Tapi bagi mereka mungkin tidak, karena hal-hal mistis seperti itu ada kemungkinan terjadi. Lalu apakah kita berhak untuk menghina mereka yang masih percaya? Saya rasa tidak perlu.

Namun 1 hal yang sangat disayangkan dan tidak saya benarkan di sini adalah sikap warga yang main hakim sendiri. Anjing dianggap sebagai maling yang ketahuan ketika hendak merampok sehingga harus secepat mungkin ditangkap dan dihajar. Saya tidak setuju atas pemikiran warga yang pendek dan merasa bahwa menghajar adalah cara terbaik. Bahkan ketika mereka berniat membakar anjing tersebut, saya kaget karena sebegitu mengerucutnya pemikiran mereka yang sangat yakin bahwa anjing itu adalah jadi-jadian. Saya pikir, jika memang jadi-jadian, bukankah lebih masuk akal jika mendatangkan orang yang bisa membantu dalam sisi supranatural. Manusia bukan Tuhan yang berhak memutuskan dan menghukum. 

Di sini kualitas iman dari masing-masing orang berperan penting. Mungkin Anda pernah dengar atau bahkan menonton film pendek tentang perempuan-perempuan yang dikurung dan diperlakukan layaknya sapi perah. Air susu mereka dikeluarkan secara paksa demi memenuhi permintaan pasar untuk dijadikan kosmetik dll. Film mengerikan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa manusia secara sadar atau tidak sadar memperlakukan binatang seenaknya demi suatu tujuan. Apakah Anda pernah membayangkan untuk bertukar nasib dengan binatang yang Anda sakiti? Pernah terpikir Anda 'dikeroyok' oleh sekumpulan anjing liar dengan luka gigitan di mana-mana? Jika nyawa Anda melayang, apakah para anjing tersebut peduli dengan Anda seperti Anda yang tidak memikirkan hidupnya dan terus menyiksanya? Pikirkanlah. 

Bertindaklah sebagaimana manusia harus bertindak. Tuhan tidak akan memberikan kewajiban kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi jika manusia tidak lebih unggul dari binatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun