Mohon tunggu...
Mega Aulia
Mega Aulia Mohon Tunggu... -

Introvert. Penulis amatir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yume Sekai

18 November 2014   02:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:34 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekarang pukul 8 malam tanggal 12 Desember 2013, awal musim dingin di Tokyo, kota yang seakan tak pernah terlelap. Gedung-gedung tinggi dengan ribuan jendela yang terang karena lampu yang menyala di dalamnya seperti kumpulan mesin yang tak pernah berhenti bekerja. Dinginnya hawa udara sama sekali tidak menjadi soal bagi penduduk Tokyo untuk melakukan berbagai aktifitas di luar rumah. Jalanan tidak terlihat lengang dari pejalan kaki bersweater tebal. Suara klakson dari pengemudi yang kesal juga masih terdengar, bahkan ada seorang anak lelaki yang sedang membawa anjing labrador kesayangannya.

Sebelumnya aku tidak pernah bermimpi akan sampai di kota ini, kota bersalju dengan malam meriah dihiasi lampu-lampu bulat jalanan. Tidak terlihat sempit walau disesaki gedung-gedung tinggi, dan berbagai festival-festival menarik yang sering diadakan. Ini sangat berbeda dengan kampung halamanku di Okunoshima, pulau kecil di antara Hiroshima dan pulau Shikoku sana yang terpencil dan jarang tersentuh salju. Menakjubkan rasanya melihat sendiri butiran-butiran salju pertama yang jatuh mengenai sepatuku. Mereka sangat banyak, seperti jutaan gumpalan kapas-kapas putih yang dihambur-hamburkan oleh Tuhan dari langit.

Musim semi delapan bulan yang lalu pun kurasakan sangat istimewa. Saat itu hari pertamaku bersekolah sebagai siswa baru di Nakamura Gakuen. Sejak pagi sekali halaman depan sekolah sudah sangat ramai oleh senpai-senpai yang memberi selebaran-selebaran klub masing-masing. Mereka terlihat ramah-ramah, dengan semangat mengejar siswa-siswa baru untuk ditawari masuk klub.

“Baseball! Bergabunglah dengan klub baseball!”

Belum mulai upacara penerimaan siswa baru, tanganku sudah dipenuhi selebaran berbagai klub. Aku tidak menyangka klub di SMA akan sebanyak ini, berbeda saat di SMP ku di Okunoshima. Sedikit merepotkan memang, tapi aku bersyukur berada di sini. Bertemu teman-teman baru di sekolah bagus, senpai-senpai yang baik, dengan bunga-bunga sakura yang bermekaran. Ini adalah sebuah awal baru terbaik dalam hidupku.

“Kiyomi-chan!” Kulihat Haru, teman sekelasku melambai sembari berlari ke arahku. Dengan sweater biru tua dan syal dengan warna senada, tak pernah kusangka dia akan terlihat setampan itu.

“Ah, Haru-kun..”

“Kenapa melamun? Sedang memikirkan sesuatu?”

“Nan demo nai, aku hanya ingat kampung halamanku.”

“Okunoshima? Sejak kau bilang kau dari Okunoshima, aku jadi penasaran seperti apa kota itu.” Dia tersenyum.

“Tidak begitu bagus, hanya pulau kecil di dekat pulau Shikoku. Kau tahu, pulau kecil di Jepang.” Aku merasa sedikit gugup.

“Oh, ya. Aku baru tahu itu. Mau pulang? Ishouni kaeru, rumahku searah dengan rumahmu kan?”

“Oh, ya. Ya, baiklah.” Kurasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Wajahku menghangat, aku tidak berani menatap langsung ke arahnya karena mungkin saja wajahku memerah saat itu. Aku hanya menunduk, melihat sepatuku yang sudah agak basah karena salju yang lama kelamaan mencair di permukaannya.

Tidak ada percakapan lagi sepanjang perjalanan. Hawa sedang sangat dingin, kami memasukkan tangan ke dalam saku sweater masing-masing. Aku berjalan di sampingnya, hanya aku dan Haru. Memikirkan itu membuatku agak canggung dan kurasakan wajahku semakin menghangat. Tapi aku berusaha bersikap senormal mungkin di hadapannya.

“Are wa Haru-kun no uchi desuka?” ujarku.

“Ya, tapi aku ingin menemanimu sampai rumah. Aku ingin bersamamu... sedikit lebih lama.” Kini aku bersumpah, aku melihatnya tersenyum.

“Ti.. tidak perlu Haru-kun. Aku sudah terbiasa pulang sendiri.” Jantungku berdebar lebih cepat. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, yang terpikirkan olehku hanya berlari sesegera mungkin menjauhinya. Dan aku berlari.

“Kiyomi-chan, matte!”

Aku berpura-pura tidak mendengarnya. Aku sangat malu. Mengapa aku begini? Ada apa dengan jantungku yang berdebar-debar ini? Mengapa aku bertindak bodoh dengan berlari meninggalkannya? Apa yang akan dia pikirkan tentangku? Doushiyou… Aku tak pernah merasakan apa pun yang seperti ini dalam hidupku.

BERSAMBUNG

kosakata:

Nan demo nai = bukan apa-apa

Ishouni kaeru= ayo pulang bersama

Are wa Haru-kun no uchi desuka?= itu rumah Haru kan?

Matte= tunggu

Doushiyou= bagaimana ini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun