Awal mula dari permasalahan Denise cadel mengendorse Uya Kuya sebagai promosi usaha bunganya.Lantas, dia mendapat sebuah masalah  denise tidak terima saat uya kuya membeli bunga di tempat lain, Bahkan permasalahan ini menjadi konsumsi publik padahal tidak pantas untuk disiarkan, namun sayangnya perseteruan antara Denise dan keluarga Uya Kuya sampai saat ini belum ada titik terang penyelesaian. Antara kedua belah pihak masih saling berbalas sindiran di media sosial.
Meski sempat dipertemukan dalam salah satu program tv, namun keduanya tetap belum berdamai. Bahkan yang terbaru, keluarga Uya Kya memasang  foto lama denise di beberapa billboard Jakarta untuk menuntut permintaan maaf dari Denise.Aksi Uya Kuya tersebut juga di posting di platform media miliknya sehingga seketika viral di seluruh indonesia. Padahal hal tersebut tidak etis dan dapat mempengaruhi berbagai penonton yang terbilang masih belia. namun sayangnya hal tersebut terus viral dan terus mengudara di layarkaca Tv bahkan layar kaca smartphone.
Tak hanya sampai disitu saja, masih dengan Denise cadel, pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Bab XI tentang perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, pasal 15 ayat 2 malah lebih nampak saat Denise cadel dan Dewi Persik berseteru. Konflik antara keduanya bermula saat Denise Chariesta hadir sebagai bintang tamu sebuah program tv, di mana Dewi Perssik merupakan salah satu pembawa acaranya.
Denise merasa pembawa acara di program tersebut tak menghargainya sebagai bintang tamu dan merasa terus dipojokkan bahkan sesekali menerima kata-kata merendahkan yang tentunya tidak pantas disiarkan. Aksi saling sindir pun terus terjadi dan berlanjut di akun  media sosial masing -masing publik figur ini, seketika permasalahan inipun terus menjadi viral karena sindiran dan ancaman dari video salah satu artis tersebut bahkan menggunakan bahasa kasar serta membawa bawa nama suatu daerah bahkan sukunya, tentu saja hal tersebut tidaklah dapat dibenarkan, meskipun bukan disiarkan oleh stasiun televisi.
Media sosial memiliki pengaruh yang lebih besar dan dapat dilihat berbagai kalangan seiring berjalannya waktu tayangan seperti itu akan berujung dengan hal yang tidak baik, jika masyarakat terus mendapatkan siaran dan konten kontroversi seperti itu secara terus menerus tentunya akan membuat masyarakat terbiasa dan menganggap bahwa hal yang dilakukan dalam siaran tersebut adalah hal biasa yang dapat dilakukan ataupun ditiru dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dapat menanamkan pola pikir hal yang tidak terpuji adalah hal yang lumrah.
Jika hal tersebut terus terjadi akan merusak mental anak-anak penerus bangsa dan merusak budaya indonesia yang penuh keharmonisan dan tata krama. Mari kita kembali lagi ke awal dimana saya jelaskan bahwa indonesia adalah negara hukum. Sudah jelas bahwa hukum pada dasarnya memastikan untuk munculnya aspek-aspek positif dan juga berusaha menekan dan menghambat aspek negatif dari kemanusiaan sebagai warga negara.
Apa gunanya bila hukum yang telah ada tetap menjadi ajang pelanggaran ? Â Bagaikan mati suri tak dihiraukan. Untuk terus mengikis tayangan tidak bermutu dan tak layak harus terus terpajang di layar kaca televisi, Bagaimana Indonesia bisa maju dan mempertahankan kedaulatannya serta Idelologi yang memiliki budaya. Perlunya pemerintah menegakkan hukum yang berlaku dan memberikan wawasan kepada masyarakat agar memahami aturan penyiaran yang berlaku.
Penulis : Khafie Ramadhan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H