Mohon tunggu...
Mega Engel
Mega Engel Mohon Tunggu... -

Stay-at home-mom yang saat ini berdomisli di Jerman. Senang berbagi informasi, tidak pernah bosan bermain dengan anak, hobbi jalan-jalan dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diantara Goesan Pedal Sepeda

19 November 2011   11:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua mahluk laki-laki itu terus mengayuh sepedanya sambil sekali-kali tertawa cekikin, menunjuk-nunjuk sesuatu atau kadang berhenti disuatu tempat untuk melihat objek tertentu. Obrolan itu tidak pernah berakhir dan terus bergulir dari topik satu ke topik lainnya bersamaan dengan laju gerakan pedal sepeda yang mereka kayuh. Sayapun terus mengayuh sepeda saya tertinggal jauh dibelakang mereka sambil terus memperhatikan pemandangan yang sangat menyentuh hati ketika melihat betapa dekatnya hubungan antara seorang ayah dan anak laki-lakinya.

Bila kita melihat pada kebanyakan fenomena yang ada dimana seorang ayah sering kali memiliki kesulitan dalam membangun hubungan dengan sang anak terutama anak laki-lakinya. Terlalu sering kita melihat seorang ayah mengajarkan anak-anak untuk takut kepadanya. Ayah saya takut kepada kakek saya, saya pun takut kepada ayah saya, dan saya ingin melihat bahwa anak-anak saya takut terhadap ayah mereka, “show the children that you are a Boss!”. Duh maka tak heran tak satupun dari anak laki2 dikeluarga saya yang dekat dengan ayah kami, itu salah satu contoh saja. Atau beberapa contoh lainnya sering juga dijumpai disekitar kita, dimana anak cenderung lebih dekat dengan si ibu dibanding si ayah. Pada kesempatan ini saya hanya akan berbagi kisah tentang hubungan anak laki-laki dengan sang ayah karena membangun hubungan antara seorang ayah dengan anak perempuannya (daddy's little girl) terlihat lebih mudah karena ada atmosphere kelembutan alami dari si anak perempuan. Begitu pula dengan hubungan antara ibu dan anak laki-lakinya terlihat lebih dekat karena sang ibu yang tidak perlu diragukan lagi naluri keibuan dan kelembutannya dapat memfasilitasi suasana kedekan antara ibu dan anak laki-lakinya. Namun berbeda dengan seorang ayah dan anak laki-lakinya. Kebanyakan djumpai hubungan diantara keduanya hanya berdasarkan takut bukan respek. Parahnya lagi sampai-sampai sering kali anak laki-laki tidak menganggap sang ayah dan hanya menghormati ibunya.

Seingat saya, menurut pakar psycologi, ternyata sangat penting loch memiliki hubungan yang baik antara ayah dan anak laki-lakinya. Katanya lagi, ketika seorang anak laki-laki beranjak dewasa, mereka akan memiliki kehidupan yang sedikit berbeda dengan anak perempuan dan tentunya kadang anak laki-laki merasa tidak semua permasalahan mereka dapat disikusikan dengan sang ibu. Seandainya saja sang ayah telah merajut kedekan hubungan dengan anak laki-laki mereka dalam kapasitas dunia laki-laki, tentunya akan lebih mudah bagi sang anak laki-laki untuk menghadapi kehidupan nyata dimasa depan karena memiliki teman dan penasehat yang baik yaitu “ayah”.

Lebih lanjut, sang ahli ini berpendapat, nantinya ketika anak laki-laki tersebut beranjak dewasa, dia merasa memiliki tanggungjawab moral untuk menurunkan “The role of father and son in relationship” ini terhadap anak laki-lakinya kelak. Memberikan cinta, perhatian dan kelembutan seperti yang ia dapat dari ayah disepanjang hidupnya.

Mungkin pendapat ini ada benarnya juga. Suami saya lumayan sangat dekat dengan anak laki-laki kami secaara otomatis tanpa diminta atau diajarkan. Ternyata selidik punya selidik, suami saya itu memang memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya.

Kita semua mungkin sudah menyadari betapa pentingnya adanya kedekatan dan hubungan yang baik antara ayah dan anak laki-lakinya , namun sering kita tidak mengerti bagaimana caranya untuk membuat mereka berdua merasa dekat satu dan lainnya. Ada seorang ibu yang sering menyuruh, sampai boleh dikatakan memaksa suaminya untuk mendekatkan diri terhapat anak mereka. Ada juga para ibu yang terus menyalahkan suaminya karena dinilai suaminya tidak punya peran aktif untuk membangun hubungan yang akrab dengan anaknya, dan lain sebagainya. Konon kabarnya ternyata hubungan kedekatan tersebut harus dibangun secara alamiah bukan dengan paksaan pihak-pihak tertentu. Mengalir begitu saja tanpa ada tekanan dan keterpaksaan. Memang agak aneh juga melihatnya, ketika si ibu yang meminta suaminya untuk sering menelopon anaknya yang katanya supaya dekat, yang terjadi adalah si ayah kadang melakukan istruksi istrinya dengan terpaksa, dan ketika interaksi antara si ayah dan si anak terjadi, mereka terlihat kaku dan terkesan dipaksakan. Duh...layaknya seperti ketika berkomunikasi dengan orang lain, banyak lips service-nya (basa basi). Si anak juga terlihat ogah-ogahan merespon ayahnya, malah kehadiran si ayah dianggap mengganggu keasyikan si anak yang sedang bermain.

Menurut teori sih, hubungan kedekatan itu tidak terjadi dengan begitu saja, melalui proses yang panjang dan yang terpenting pondasinya harus dibangun sedini mungkin ketika sang anak masih kecil atau ketika si anak masih dalam kandungan sang bunda untuk memudahkan adanya hubungan emotional diatara mereka. Ketika hubungan emotial itu sudah mulai terbangun, si ayah akan terus menginginkan dirinya dilibatkan dalam pengasuhan si kecil, misalnya si ayah akan dengan suka rela menawarkan diri memandikan si anak, menggantikan popok atau menggendongnya ketika menangis. Seiring dengan waktu berjalan, maka si ayahpun tanpa di minta akan menemani si kecil bermain. Si ayahpun biasanya akan sibuk pula membelikan mainan yang cocok untuk anak laki-lakinya, malah kadang si ayah menganggap dialah yang lebih tahu (dibandingkan si ibu) mainan apa saja yang cocok untuk anak laki-lakinya. Biasanya lagi, jenis permainannya pun tidak akan melenceng jauh dari jenis mainan kegemaran sang ayah di waktu kecil. Memang benar kata pepatah buah akan jatuh tidak jauh dari pohonnya. Misalnya si ayah yang gemar bermain Lego ketika kecil, beliau akan menurunkan kegemarannya itu kepada anaknya. Mereka terlihat kompak dan sangat menikmati ketika bermain lego bersama. Ayah dan anak laki-lakinya sama-sama senang.

Sebelum terlambat, untuk para ayah yang anak-anaknya masih balita atau yang masih dalam kandungan sang istri tercinta, agar membangun kedekatan dengan anak laki-laki sedini mungkin karena Kalau si anak sudah cukup besar dan baru mulai membangun kedekatan, walaupun dipaksakan sedemikian rupa, anak dan ayah akan sulit menjadi dekat karena mereka telat membuat chemistry-nya, ikatan emosional diantara mereka tidak ada.

Banyak cara mudah yang sering diabaikan oleh kita diantaranya: ketika si anak masih dalam kandungan si ayahpun sudah bisa memulai komunikasi dengan sang anak misalnya dengan cara mengelus perut sang istri dan berbicara pada sang jabang bayi. Ketika anak diusia balita, si ayah bisa lebih expresif lagi dalam memberikan cinta kasihnya terhadap sang buah hati misalnya tidak akan segan untuk berpelukan, menggendong, bercengkrama, bermain bersama, menemani anak berolah raga, atau bahkan (bila mungkin) mengantar anak sekolah dan melakukan aktifitas di luar rumah bersama diakhir pekan.

Dari segudang kegitan yang bisa dilakukan si ayah bersama anak laki-lakinya, saya melihat kegiatan yang sangat menarik adalah kegiatan bersepeda bersama sang ayah, murah namun memiliki manfaat yang luar biasa.

Seperti biasanya, ketika kami memiliki kesempatan untuk bersepeda bersama, saya sering melihat anak laki-laki saya akan mengayuh sepedanya tepat disamping sang ayah, mungkin si anak merasa dia harus sekuat dan secepat kayuhan sepeda sang ayah. Dan ayahpun merasa berkewajiban mandapingi dan melindungi si anak dengan bersepeda tepat disampingnya. Sekaligus mengajarkan bagaimana bersepeda yang aman dalam pengertian mengajarkan terori bersepeda yang benar di jalan umum berserta rambu-rambu lalu lintasnya, sehingga anak tidak seenaknya saja dalam bersepda yang kadang sering membahayakan keselamatan sendiri dan pengguna jalan lainnya. Misalnya: kapan ia harus berhenti, disebelah mana ia boleh mengedarai sepedanya, dan keadaan sekeliling apa-apa saja yang harus diperhatikan . Contoh nyata (sedikit melenceng dari topik) berdasarkan pengalaman saya selama liburan di Jakarta, saya sering dikagetkan oleh pengendara sepeda di jalan raya. Mungkin karena ketidak tahuan mereka, pengendara sepeda baik dewasa maupun anak-anak, tidak perduli dengan kondisi lalu lintas. Mereka dengan seenaknya saja menyebrang jalan tanpa menengok ke kiri maupun ke kanan, memasukan jalan utama tanpa menunggu kendaraan sepi, dan lain sebagianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun