Mohon tunggu...
Kancil Petualang
Kancil Petualang Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Stop Bullying Penderita Tinitus!

2 November 2011   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:10 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebenarnya saya terinspirasi oleh gerakan teman-teman pada waktu yang lalu, mengenai STOP Penggunaan kata "Autis loh" pada pembicaraan sehari-hari. Pada waktu itu teman-teman sukses memberikan edukasi kepada khalayak umum untuk menyadarkan arti dari kata-kata "Autis" yang ternyata bukan bermakna "Sok Sibuk" melainkan secara khusus sebagai ungkapan tidak respek dan simpati kepada penderita Autis. Jujur saja kampanye tersebut berhasil, secara umum saya tidak pernah lagi menjumpai orang yang menggunakan kata autis tidak pada tempatnya. Tinitus

Mungkin teman-teman tidak mengetahui apa itu tinitus, penyakit ini sebenarnya adalah gejala dari sumber penyakit itu sendiri. Gejala yang sangat sering ditimbulkan adalah bunyi "Nging" atau "Ngung" ataupun suara-suara aneh yang cukup menganggu pada telinga si penderita. Sumber dari penyebab tinitus pun beragam jenisnya, mulai dari Alergi, Lanjut usia, Kerusakan ujung syaraf telinga bagian dalam, terlalu sering mendengarkan suara bising/headpone maupun yang paling terjarang yaitu tumor dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya teman-teman bisa googling "tinitus" untuk tau secara detailnya mengenai gejala penyakit ini. Pada intinya apabila terkena gejala seperti ini, pendengaran si penderita umumnya berkurang sekitar 20-40% dan pada kasus yang berat mungkin bisa sampai 60-80%. Kita tau bahwa telinga manusia normal mendengar direntang 20-30decibel sedangkan pada penderita tinitus bisa 40-80decibel yang berarti kalo anda berkomunikasi anda akan mendengar bunyi Nging dan suara orang lain secara bersamaan, Sungguh tidak enak kan!. STOP BULLYING! Penderita Tinitus pada umumnya gagal diselamatkan alias susah untuk direcovery karena mereka umumnya datang ke spesialis THT melewati waktu kritisnya yaitu sekitar 1-3 hari setelah terkena gangguan "Nging" dan "Ngung" tadi. Hal ini terkait dengan gangguan peredaran darah pada syaraf tepi telinga sehingga banyak syaraf-syaraf yang rontok karena gangguan tadi. Karena sifatnya gangguan permanen, banyak penderita tinitus pun menyerah dan membiarkan penyakit ini. Di masyarakat yang minim info mengenai penyakit ini pada umumnya akan menyebut penderita tinitus sebagai " Si Budek" atau "Si Tuli" atau "Korek Kupingnya!" dan berbagai macam sebutan lainnya yang tidak mengenakkan. Mengapa saya perlu mengedukasi teman-teman sekalian ? karena saya merasakannya sendiri, saya adalah penderita Tinitus sejak 2 tahun lalu. Saya merasakan sendiri bagaimana tidak enaknya menderita penyakit ini, saya kesulitan untuk berkonsentrasi, berkomunikasi, mendengarkan pelajaran, dan susah untuk tidur. Kerap teman-teman saya menghardik saya dengan sebutan "Budeg Loh" atau "Congenya di bersihin dulu sana", saya sudah terlalu malas untuk mengedukasi kepada mereka karena minimnya publisitas penyakit ini. Mudah-mudahan teman-teman sekalian teredukasi dengan baik dan ikut merasakan simpati yaitu dengan ikut merasakan apabila terkena penyakit seperti ini, tentu akan sangat tidak enak kan. Apabila kita menghadapi rekan atau teman yang tingkat pendengarannya rendah, mungkin saja dia adalah penderita tinitus. Ulang saja omongan kita, dan trus ulangi sampai yang bersangkutan mendengar, dan hentikan sikap bullying kita dalam bentuk meyindir, menghina. Berdamai dengan tinitus Sudah banyak hal yang saya lakukan demi mengobati tinitus ini. Mulai dari ke dokter THT sampai masuk ke tabung murni oksigen besar pun sudah saya lakukan. Memang gangguan ini berkurang namun tidak menghilangkanya. Saya pun akhirnya berdamai pada penyakit ini, saya selalu menganggap bunyi-bunyi aneh pada telinga saya sebagai ujian dari tuhan dan membuat saya selalu rendah hati karena tuhan maha besar dan kita sungguh mahluk yang lemah dihadapannya. Ketika mau tidur saya selalu membunyikan musik-musik classic untuk membuat saya tenang. Tinitus juga saya jadikan pendorong saya untuk lebih fokus apabila saya sedang belajar karena saya memang dituntut untuk  lebih perhatian agar saya masih tetap bisa menyimak. Sungguh besar ternyata nikmat Tuhan. Sampai sekarang saya tetap berjuang untuk menyembuhkan penyakit ini kiranya ada teman-teman yang bisa membantu mengenai jenis pengobatan tentu saya senang sekali untuk menerima informasi tersebut. Oh yah untuk teman-teman yang berprofesi sebagai dokter spesialis THT bisa membantu memberikan informasi di Grup Facebook Tinitus indonesia, saya sedih sekali melihat teman-teman disana  berkeluh namun tidak ada jawaban yang pasti. Dedicated untuk semua penderita tinitus, salam hangat!~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun