Mohon tunggu...
Medy Parli Sargo
Medy Parli Sargo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Penganut Demokrasi Pancasila. Minat pada masalah-masalah kebangsaan, kebudayaan, teknologi, hukum dan hak kekayaan intelektual. Aku hobi menghitung waktu, karena waktu sangat berarti bagi hidup kita. (mpsargo@yahoo.co.id/17 Nov/+kompaSIANA)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencoba Memahami "Bajingan"-nya Ahok

1 Desember 2013   07:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:28 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang-kadang ingin memahami kata-kata kasar yang diucapkan Wakil Gubernur DKI, Basuki Cahaya Purnama (Ahok) sebagai reaksi yang bersumber dari kejengkelan terhadap hal-hal yang menurut nalar tidak seharusnya terjadi jika pihak-pihak terkait masih peduli terhadap tanggungjawabnya masing-masing.

Misalnya ketika mengomentari anak-anak sekolah yang bertindak brutal. Keluarlah kata-kata "bajingan" dari mulut Pak Wagub itu. Mungkin dia berpikir dengan cara apa lagi harus dilakukan untuk mengingatkan kebokbrokan ini jika tidak boleh dengan tindakan yang bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM. Mengingat kebokbrokan itu sudah berlangsung cukup lama dan tidak pernah ada upaya penanggulangan yang serius dari institusi pemerintah yang lebih berkompeten.

Masalahnya seringkali statement yang keluar dari pejabat publik dan pengamat tidak lepas dari argumen klasik "itu adalah kenakalan remaja". Lalu batas kenakalan remaja itu sampai dimana, jika sudah merusak dan mengganggu ketertiban dan keamanan publik?

Saya jadi tergelitik oleh persoalan lain. Misalnya mengenai pagar pembatas jalan di beberapa tempat di Jakarta. Awalnya saya berpikir pagar pembatas itu dibuat adalah untuk mencegah hewan seperti kambing atau kebo menyebrangi jalan, karena akan mengganggu lalu lintas. Soalnya kambing dan kebo tidak bisa baca rambu-rambu dan tidak pernah berpikir kepentingan yang lain. Lalu solusinya dibangun jembatan penyebrangan. Dan seketika saya tersadar, di kota ini tak banyak kambing dan kebo berkeliaran. Jika ada pun tak mungkin naik jembatan penyebrangan. Lalu pagar pembatas itu untuk siapa?

Barangkali sekali-kali saya harus memahami kata-kata kasar Pak Wagub Ahok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun