Mohon tunggu...
mediyansyah taharani
mediyansyah taharani Mohon Tunggu... -

Media Personel pada Yayasan Duta Awam (YDA Solo). Pengajar (LB) Jurnalistik pada UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alangkah Mudahnya Mewariskan Kebencian

30 Desember 2010   21:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:11 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini "hom-pim-pah" anak-anak yang bermain di gang depan rumahku agak berbeda, karena diiringi “lagu dolanan” yang bersyair: Ling-ling-ling.., yang kalah jadi maling..sia..!).

Setiap sore di gang depan rumahku penuh anak-anak kecil bermain. Berbagai permainan anak kampung biasa, semacam petak-umpet, lompat-karet, dan yang sedang trend kini “bal-balan”. Kalau permainan itu beregu (seperti permainan bola) anak usia SD itu membagi tim jadi dua dengan hom-pim-pah (kini hom-pim-pah mereka agak berbeda, karena diiringi “lagu dolanan” yang bersyair: Ling-ling-ling.., yang kalah jadi maling..sia..!).

Setelah hom-pim-pah berhasil membagi tim jadi dua, maka tim dari kelompok yang kalah hom-pim-pah itu disebut “tim maling” melawan “tim endonesa”.

Anehnya, hampir semua anak-anak (dari kedua tim) itu memakai kaos tim bernomor 9 dengan tulisan “Gonzales”. Jika terjadi gol (dimasukkan oleh anggota tim yang mana-pun) para bocah itu akan berteriak, “Gool... endonesa..., endonesa..!”

Hal yang menarik, adalah “syair lagu dolanan” tadi (entah siapa yang mengajarkan kepada mereka?). Yang jelas, anak-anak sekitar usia 5-10 tahun itu kini memahami bahwa Malaysia adalah “musuh”, adalah “pihak mereka”, Malaysia adalah “pihak lawan”.

Ttampaknya sebagian dari kita telah sukses, mewariskan kebencian dan permusuhan kepada generasi mendatang. Mudah-mudahan hal ini cuma kekhawatiranku saja, toh anak-anak itu masih menjadi penggemar Serial Ipin dan Upin, bukan?

Kita memang punya banyak masalah dalam hubungan antar bangsa, namun berhak-kah kita mewariskan segala sentimen kecurigaan dan kebencian pada generasi muda yang suci itu? Padahal mereka berhak punya masa-depan sendiri, dengan persoalan mereka sendiri, yang harusnya mereka hadapi lebih bijak daripada kita sekarang ini.

Bagaimanapun juga, kita layak berharap agar pemimpin kedua bangsa, menyadari bahwa berbagai persoalan yang ada bukan sekadar masalah masa-kini. Di masa-depan, boleh jadi hubungan tetangga ini dipenuhi masalah yang makin memperburuk keadaan (jika berbagai soal yang ada kini, tidak dijawab dengan baik). Sementara itu kecurigaan dan kebencian terwariskan kepada generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun