Setiap harinya, kita pasti melewati hari dengan berdialog. Meskipun terkesan mudah, nyatanya banyak orang yang hubungannya hancur karena kurang tepat dalam menafsirkan atau menanggapi obrolan.
Untuk menghindarinya, kita memerlukan pengetahuan dasar seputar cara berdialog yang baik dan benar. Dalam berdialog, kita berada di posisi pendengar dan pembicara. Oleh sebab itu, penting untuk bisa menjadi pendengar yang pintar dan pembicara yang pandai.
Melalui siniar Obsesif musim keenam bertajuk “Pintar Mendengar, Pandai Berbicara” dijelaskan bahwa ada tiga kunci agar dialog bisa tetap berjalan lancar. Ketiga kunci itu terdapat dalam buku Berbicara Ada Seninya karya Oh Su Hyang, yaitu QPR.
Apa itu Metode QPR?
Lebih rinci, Q adalah question yang berarti pertanyaan. Nantinya, pertanyaan inilah yang akan membuka topik obrolan. Bahkan, dengan kunci ini, kita bisa membangun relasi dengan lawan bicara.
Misalnya, saat masuk kerja pertama kali, kita bisa membuka obrolan dengan rekan kerja. Mulailah dari pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti “Siapa namamu?”.
Kunci kedua adalah P (phrase) atau dalam bahasa Indonesia berarti pujian. Tak bisa dimungkiri bahwa semua orang menyukai pujian meskipun hanya basa-basi. Bahkan, dengan pujian, kita bisa mengeratkan hubungan dengan lawan bicara.
Saat percakapan sudah bergulir, cobalah sesekali untuk memuji lawan bicara. Kita bisa menyelipkan tanggapan positif atas penampilan atau kinerjanya hari ini.
Meskipun begitu, jangan memuji terlalu berlebihan karena tak semua percakapan bisa cocok diberi pujian. Lakukanlah dengan sewajarnya agar tak dianggap sugar coating. Selain itu, pujian berlebihan bisa membuat kita terlihat manipulatif.
Kunci terakhir adalah R (reaction) yang berarti reaksi. Memberikan reaksi bisa membuat obrolan menjadi lebih hidup. Bahkan, hal ini bisa menandakan apakah kita nyaman berbicara dengan lawan bicara atau tidak.
Selain dengan seruan kecil, seperti “Oh, ya?”, “Wah”, “Asyik”, reaksi bisa ditunjukkan dengan gestur tubuh. Jika obrolan menarik, lawan bicara pun akan terus menatap dan menghadap kita dengan nyaman.
Selain ketiga kunci di atas, salah satu hal yang tak boleh dilewatkan adalah candaan atau humor. Sama seperti reaksi, elemen ini juga bisa menghidupkan obrolan jika menempatkannya dengan baik.
Sama seperti pujian, kita juga tak boleh bercanda terlalu sering. Perhatikan juga untuk tidak menyinggung topik-topik sensitif yang malah menjadi bumerang bagi diri sendiri. Alih-alih dianggap humoris, kita malah bisa dijauhi.
Terlalu Banyak Bicara? Gunakan Metode 123
Sementara itu, jika kita adalah pribadi yang lebih banyak berbicara, gunakan metode 123. Metode ini memiliki rincian sekali berbicara, dua kali mendengarkan, dan tiga kali memberikan tanggapan.
Selalu ingat bahwa dalam berdialog, tidak hanya kita saja yang berbicara. Ada pula lawan bicara yang harus diberikan tanggapan agar mereka tak merasa diabaikan.
Obrolan adalah gerbang untuk mencapai suatu pengetahuan baru. Oleh sebab itu, kita harus bisa menciptakan percakapan yang hidup agar kedua lawan bicara bisa saling memahami. Jangan sampai hubungan kita rusak karena obrolan.
Dengarkan tips-tips menarik lainnya bagi para lulusan baru yang sedang mencari pekerjaan hanya melalui siniar Obsesif di Spotify. Di sana, ada banyak informasi menarik seputar dunia yang tak boleh dilewatkan begitu saja.
Ikuti juga siniarnya agar kalian selalu mendapatkan informasi tiap ada episode terbarunya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H