Kriteria Perusahaan yang Ideal untuk WFAÂ
Sayangnya, tak semua industri bisa menerapkan model kerja ini. Biasanya, perusahaan di bidang teknologi, seperti startup yang lebih banyak memperbolehkan karyawannya untuk WFA.Â
Untuk posisi, biasanya WFA bisa diterapkan pada karyawan yang mayoritas melakukan pekerjaannya di back office. Artinya, mereka yang tak perlu banyak berinteraksi dengan pihak eksternal. Misalnya, engineer, HR, atau trainer.Â
Selain itu, diperlukan juga kepercayaan dan kefleksibelan dari pihak manajemen. Menurut Mincot, terkadang masih ada manajemen yang curiga kalau karyawannya tak bekerja dengan maksimal saat menerapkan model kerja ini.Â
Alhasil, mau tak mau, mereka pun mewajibkan karyawannya untuk WFO.Â
Memaksimalkan Fungsi LeaderÂ
Bagi perusahaan yang sudah menerapkan WFA, manajemen biasanya mengedepankan kontrol berkala melalui para pemimpin tim (leader). Maka dari itu, kita pasti merasa kalau WFA itu banyak sekali pertemuan daringnya.Â
Hal ini dilakukan bukan tanpa sebab, melainkan untuk mengontrol progres pekerjaan agar tetap terarah. Maka dari itu, diperlukan komunikasi antaranggota untuk melakukan penjadwalan secara rutin terkait pertemuan, baik daring atau pun luring.Â
Selain itu, kita juga perlu melaporkan setiap kendala pekerjaan kepada pemimpin tim. Jangan lupa juga untuk izin jika kita ingin melakukan WFA. Ini dilakukan karena bisa saja tiba-tiba ada panggilan mendadak untuk ke kantor.Â
Kelebihan dan KekuranganÂ
Menurut Mincot, WFA pun juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Pertama, pekerjaan menjadi lebih fleksibel. Kita bahkan bisa bekerja sembari melihat pemandangan alam. Jadi, tren kerja ini cukup mempromosikan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan bekerja.Â