Saat menjalani pelatihan perawat, Jane Toppan harus menyaksikan beberapa otopsi. Ketika sebagian besar teman-temannya muak dengan prosedur itu, Toppan justru sangat menikmatinya.Â
Bahkan, beberapa atasannya mencatat bahwa Toppan memiliki semacam "obsesi" dengan kematian. Namun, tanda ini tak ada yang menghiraukan hingga akhirnya ia berhasil membunuh pasiennya.Â
Menggunakan Pasiennya sebagai Kelinci PercobaanÂ
Setelah diadopsi, Toppan mulai bekerja sebagai perawat magang pada 1885. Dia pun memulai pelatihannya di Rumah Sakit Cambridge, tempat pengujian obat pada pasiennya tanpa diketahui oleh dokter.Â
Perempuan ini akan memberi mereka morfin, atropin, dan opioid dalam jumlah yang bervariasi karena ingin melihat efek obat tersebut pada sistem saraf.Â
Toppan pun menghabiskan banyak waktu di kamar pasien dan membuat grafik palsu untuk menyembunyikan aktivitas kejinya. Tidak semua pasien ini langsung meninggal. Beberapa dari mereka yang sudah sekarat, bisa hidup kembali setelah obatnya habis.Â
Dijuluki 'Jolly Jane' oleh Rekan KerjanyaÂ
Saat bekerja di Rumah Sakit Cambridge, Toppan adalah sosok yang ramah dan ceria sehingga membuat rekan kerjanya terkesan. Hal ini menyebabkan mereka menjulukinya 'Jolly Jane'. Namun, di balik itu, Toppan senang "bereksperimen" dengan pasiennya.Â
Membunuh 'Adik Angkatnya' dengan StrychnineÂ
Meskipun ia secara resmi bukan diadopsi untuk dijadikan anak, melainkan pelayan, Toppan percaya bahwa Elizabeth adalah saudara angkatnya. Elizabeth yang diperlakukan sangat baik oleh kedua orang tuanya, membuat Toppan kesal.Â
Dikutip dari All That's Interesting, pada 1899, Elizabeth mengundang Toppan untuk berlibur di rumahnya.Â