Pada era modern, seorang filsuf kebangsaan Jerman bernama Friedrich Nietzsche, juga turut serta mempopulerkan amor fati ini.
Merangkum situs the The School of Life, Nietzsche menuliskan kalimat berikut dalam buku yang ia tulis, The Gay Science.Â
I want to learn more and more to see as beautiful what is necessary in things; then I shall be one of those who makes things beautiful.Â
Amor fati: let that be my love henceforth! I do not want to wage war against what is ugly. I do not want to accuse; I do not even want to accuse those who accuse.Â
Looking away shall be my only negation. And all in all and on the whole: some day I wish to be only a Yes-sayer.Â
Lebih lanjut, dalam perkataan Nietzsche tersebut, ia berusaha menerangkan jika dirinya menginginkan suatu hal yang indah dan bermakna penting, maka dirinya sendirilah yang harus memaknai keindahan dalam sesuatu tersebut.Â
Kemudian, beberapa tahun berselang, Nietzsche akhirnya mengalami ketertarikan dengan ajaran ini dan mengungkapkan hal itu dalam bukunya yang bertajuk Ecce Homo.
My formula for greatness in a human being is amor fati: that one wants nothing to be different, not forward, not backward, not in all eternity. Not merely bear what is necessary, still less conceal it... but love it.
Konsepsi Amor FatiÂ
Amor fati merupakan suatu ajaran untuk menerima dan merangkul segala sesuatu yang telah, sedang, serta belum terjadi.Â
Dalam konteks yang lebih besar, pemahaman ini berusaha menerangkan bahwa alam semesta merupakan suatu keberadaan yang dinamis.Â