Oleh: Fauzi Ramadhan dan Ikko AnataÂ
"Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi inginkan hidup terjadi apa adanya, dan jalanmu akan baik adanya."Â
Kutipan tersebut berasal dari Epictetus, seorang filsuf asal Yunani, dalam bukunya yang berjudul Discourses.Â
Dalam kutipan tersebut, Epictetus berusaha mengajarkan kita suatu pelajaran hidup yang berharga, yaitu tulus mencintai dan menerima hidup sehingga tak menuntut peristiwa sesuai yang dimau.Â
Dalam perkembangannya, ajaran ini kelak disebut sebagai amor fati.Â
Henry Manampiring, penulis buku Filosofi Teras, menuliskan kutipan tersebut dalam buku karyanya. Kemudian, melalui siniar (podcast) Anyaman Jiwa episode "Amor Fati: Cintai Takdirmu", ia memberikan pandangannya mengenai amor fati ini serta penerapannya secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Amor Fati dalam Kacamata HistorisÂ
Situs Merriam-Webster mendefinisikan amor fati sebagai suatu usaha mencintai takdir dengan menyambut semua pengalaman hidup dengan baik.Â
Lebih lanjut, Daily Stoic menerangkan amor fati sebagai suatu formula untuk kemuliaan hidup manusia.Â
Melansir situs tersebut, amor fati dinyatakan sebagai suatu bagian dari ajaran stoisisme, mazhab filsafat Yunani Kuno. Kaum penganut stoisisme atau kemudian disebut kaum Stoa tidak hanya akrab dengan amor fati ini, tetapi juga melaksanakannya.Â