Oleh: Intania Ayumirza Farrahani
Pernahkah kamu berbohong? Rasa-rasanya hampir semua orang pernah melakukannya, baik dengan dalih untuk kebaikan, terpaksa, atau dengan tujuan-tujuan lainnya.
Berbohong atau berkata tidak benar biasanya dilakukan untuk menutupi sesuatu, seperti janji yang diingkari, komitmen yang dipatahkan, atau kesalahan yang kita harap tidak diketahui oleh orang lain.
Arvan Pradiansyah, motivator nasional di bidang kepemimpinan dan kebahagiaan, berpendapat, "Kebanyakan orang berbohong itu karena dia punya banyak kesalahan dan dia tidak mau kelihatan jelek, karena ada banyak juga orang yang punya banyak kesalahan, tapi mau bertanggung jawab."
Pernyataan tersebut dikutip dari episode Inspiration of Smart Happiness, yang merupakan sub-content dari siniar (podcast) Smart Inspiration berjudul "Bahaya Memupuk Kebiasaan Berbohong".
Arvan berujar, tidak semua orang yang bersalah mengekspresikannya dengan berbohong. Orang yang bertanggung jawab akan mengakui kesalahannya dan memperbaiki kesalahan di masa depan, alih-alih menutupinya dengan berbohong.
Selain merugikan orang lain, perilaku tidak terpuji ini nyatanya akan merugikan diri kita sendiri, lho. Beberapa di antaranya, yakni:
Kehilangan kepercayaan dari orang lain
Ketika kita berkata tidak benar, respons dari orang yang mendengarnya akan beragam. Ada yang langsung mempercayainya, namun ada juga yang akan meragukan bahkan menangkalnya.
Ketahuilah bahwa respons yang kita lihat tidak semerta-merta sama dengan apa yang ada di pikiran orang tersebut. Bisa jadi, walau ia terlihat percaya dengan kita, tanpa kita sadari ia sedang menangkap gerak-gerik mencurigakan pada diri kita.
Orang yang berbohong dapat tertangkap dari matanya yang menghindari tatapan lawan bicara. Banyak orang yang telah mengakalinya, namun tentu ada gerak-gerik lain yang tidak kita sadari. Hal inilah yang dapat memicu kecurigaan dari orang lain.
Di luar itu, insting dari seseorang juga tidak bisa dihindari. Mereka akan merasakan keganjalan walau tidak ada petunjuk yang signifikan. Semenjak lahir, kita telah dianugerahi kemampuan untuk mendeteksi kebohongan.
Dari kebohongan yang kita lontarkan terhadap orang lain, kita akan kehilangan kepercayaan orang lain. Hal ini akan menghancurkan kredibilitas kita di mata orang lain.
Terbiasa berbohong
Kita sering mendengar perkataan bahwa dengan sekali berbohong, maka akan lahir kebohongan-kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan yang pertama.
Hal ini terjadi karena seseorang yang bohong akan merasa sukses atas kebohongannya sehingga ia menjadi ketagihan melakukan hal yang sama untuk kejadian yang berbeda.
Arvan berujar, untuk menghindari kebohongan yang terus-menerus, kita perlu berkomitmen untuk menghentikan kebiasaan ini.
"Selama hidup kita masih berantakan, kita akan terus berbohong. Betapapun kita ingin jujur, kita akan kadang-kadang merasa terpaksa untuk berbohong supaya kelihatan baik di mata orang lain," ucapnya.
Dengarkan siniar Smart Inspiration selengkapnya di bit.ly/SmartHappiness26. Di sini, Arvan Pradiansyah akan mengulas cara menghadapi orang yang berbohong serta teori mengenai trust and mistrust yang diusung oleh Erik Erikson, seorang psikolog dari Jerman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H