Ada beberapa perayaan hari besar yang terdapat penggunaan sesajen di dalamnya. Pertama adalah upacara Larung Sesaji yang biasanya ditemukan di daerah dekat pantai, khususnya daerah timur Jawa, seperti Blitar, Pacitan, Banyuwangi, dan Madura.Â
Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur para nelayan dengan segala hal yang telah diberikan oleh laut. Ada pun nama upacara ini sesuai dengan prosesi pelaksanaannya yang diakhiri pelepasan (pelarungan) sesajen ke laut.Â
Selanjutnya ada ritual Galungan yang berasal dari Bali. Menurut istilah Jawa kuno, galungan berarti menang. Sesuai dengan maknanya, ritual ini bertujuan untuk merayakan kemenangan melawan kejahatan (adharma).Â
Di dalamnya, terdapat prosesi persembahan sesajen bernama Tumpek Wariga yang dilakukan selama 25 hari sebelum perayaan hari Galungan.Â
Persembahan ini ditujukan untuk Sang Hyang Sangkara yang merupakan perwujudan Tuhan sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan bagi Tumbuh-tumbuhan.Â
Tumpek Wariga sangat identik dengan penyajian sesajen dalam bentuk bubur sumsum (bubuh) dengan beragam berwarna. Setiap warnanya pun memiliki makna dan filosofi tersendiri.
Di daerah Jawa Barat, ada ritual Sunda Wiwitan atau Seren Taun. Biasanya ritual ini dilakukan masyarakat di wilayah Jawa Barat sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen.Â
Meskipun beberapa masyarakat modern menganggap sesajen adalah hal kuno, tapi kita harus tetap menghormati tiap kepercayaan yang dilakukan oleh penganutnya.Â
Dengarkan kisah lengkap Rachel yang tak sengaja menginjak sesajen melalui siniar Tinggal Nama di Spotify. Bagaimanakah nasibnya? Apakah ia selamat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H