Mohon tunggu...
medio yulistio
medio yulistio Mohon Tunggu... -

Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan Pemerintah dan Kebajikan Publik Bengkulu; "Politik Mubaligh"

6 April 2014   11:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bengkulu, provinsi daerah timur yang terletak dibarat". Begitulah pengibaratan tentang kondisi kehidupan masyarakat Bengkulu. Salah satu provinsi di Indonesia yang resmi berdiri sendiri pada tahun 1966 pasca ""pemisahan" secara administratif dari Provinsi Sumatera Bagian Selatan sebenarnya memiliki banyak potensi sumber daya alam. Bayangkan saja,7 dari 9 kabupaten dan 1 kota di Provinsi ini wilayahnya langsung berbatasan dengan laut serta daratannya memiliki tanah yang subur. Tentu sebenarnya hal tersebut adalah peluang yang tidak dimiliki disetiap daerah di Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui tingginya tingkat pendapatan daerah. Potensi wisata, perkebunan, pertanian, kelautan dan sektor pertambangan sudah semestinya mampu dijadikan ujung tombak sumber peningkatan pendapatan daerah yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai modal pembangunan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya. Akan tetapi pada realitasnya roda perekonomian dibengkulu dinilai sangat lambat, dan secara statistik Provinsi Bengkulu dikategorikan sebagai salah satu Provinsi termiskin di indonesia. Ironis memang bila berkaca pada kenyataannya, dibalik sumber daya alam yang cukup melimpah, kondisi perekonomian masyarakat secara kolektif bertolak belakang sekali dari dinding-dinding kesejahteraan. Tentu dari gambaran kondisi ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dibenak kita, apa yang sebenarnya menjadi inti persoalan yang menjadi penghambat pembangunan di provinsi Bengkulu. Pemimpin yang salah atau kebijakannya yang tidak substantif?

Transisi Politik kekuasaan Di Bengkulu

Pada tahun 2004 untuk pertama kalinya masyarakat Bengkulu melaksanakan Pemilihan Langsung Kepala Daerah. Proses pemilihan Langsung ini ditangkap oleh masyarakat dengan sangat antusias. Bagaimana tidak, optimisme serta harapan tumbuh bersemi dihati masing-masing rakyat  dimana mereka menganggap didalam genggaman tangan merekalah yang akan menentukan "secara langsung"  komando perubahan melalui pemimpin yang dihasilkan didalam ruang demokrasi; kekuasaan dan kedaulatan rakyat. Setelah lama sebelumnya Provinsi Bengkulu hampir selalu dipimpin yang berasal dari birokrasi, pada kesempatan ini rakyat menentukan "nahkoda" berasal dari pasangan pengusaha muda dan politisi dari salah satu partai Islam. Tentu hasil pemilihan langsung kepala daerah ini merupakan bentuk nyata ekspektasi masyarakat Provinsi Bengkulu terhadap pembangunan dimana melalui kedaulatan yang dimiliki oleh masing-masing individu diruang bilik suara pemilihan umum. Kesimpulannya masyarakat pada masa itu secara mayoritas menentukan kombinasi kepemimpinan tersebut yang dianggap paling relevan dalam melakukan inovasi serta terobosan-terobosan arah pembangunan Bengkulu untuk masa lima tahun yang akan datang. Jiwa entrepreneurship, semangat pemuda dan kegigihan gubernur Bengkulu saat itu telah melahirkan prioritas pembangunan yang paling menonjol dibidang pariwisata. Sebagai kebijakan arah pembangunan yang relatif masih baru dikalangan masyarakat Bengkulu, program pembangunan dibidang pariwisata ini menimbulkan sikap kritis pro dan kontra diseluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya didalam ruang-ruang diskusi sikap masyarakat untuk menjadi kelompok "pro" ataupun "kontra", akan tetapi juga kepada titik dimana massa dari kedua kutub tersebut turun kejalan dalam "mengkampanyekan" isu dari masing-masing sikap mereka.

Menganggap masih harus dilanjutkannya masa kepemimpinan sebagai Gubernur provinsi Bengkulu dan masih besarnya dorongan masyarakat, pada tahun 2009 incumbent memenangkan kembali kursi Gubernur Bengkulu untuk yang kedua kalinya. Pada kemenangan selanjutnya ini, tedapat fenomena menarik dari wakil Gubernur Bengkulu yang dipilih oleh incumbent, dalam meletakkan pilihan wakil Gubernur tersebut jatuh kepada sosok seorang mubaligh muda, religius, sederhana dan merupakan pegawai negeri biasa dari salah satu Madrasah yang berada dikota Bengkulu. Pasangan ini berhasil kembali meraup kepercayaan masyarakat, terlepas lebih dan kurang keberhasilan pembangunan lima tahun sebelumnya. Tapi takdir politik berkata lain,  gubernur Bengkulu H. Agusrin M Najamudin pada tahun 2011 tersandung oleh permasalahan hukum dan divonis menjalani hukum 4,5 tahun kurungan. Dengan persoalan hukum tersebut mengharuskan Wakil Gubernur Bengkulu H. Junaidi Hamsyah S.Ag M.Pd menempati posisi Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu yang pada selanjutnya ditetapkan sekaligus dilantik menjadi gubernur Provinsi bengkulu definitif.

Pada proses peralihan kewenangan dan kekuasaan inilah tantangan besar harus dihadapi oleh H. Junaidi Hamsyah S.Ag M.Pd. Pada masa itu, begitu banyaknya pekerjaan-pekerjaan rumah dan ruang birokrasi yang memang segera harus diditindak lanjuti. Sebagai orang "baru" didunia politik, tentu penguatan dan peningkatan kapasitas menjadi tuntutan utama Gubernur Bengkulu dalam mengakselerasi kemampuannya mengolah rasa dan jiwa kepemimpinan tersebut. Seperti biasa, kontroversi, mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan yang baru terkonsolidasi secara cepat, walaupun pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan sumbang tersebut pelan-pelan terjawab dalam masa kepemimpinan H. Junaidi Hamsyah S.Ag M.Pd. Selain mampu menekan angka korupsi; setoran, fee, pungli ataupun lainnya, Provinsi Bengkulu pelan-pelan bangkit dari keterpurukan ekonomi, mampu meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana, infrastruktur dan sistem birokrasi yang bersih dan efektif. Dan hal tersebut terbukti oleh ukuran tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kepemimpinan Gubernur Bengkulu saat ini yang dilakukan oleh salah satu lembaga survei pada desember tahun 2013 mencapai pada tingkat diatas 60%.

Kepemimpinan; Kepedulian Dan Moralitas.

Pada satu kesempatan saya berbincang kepada Gubernur Bengkulu saat ini H. Junaidi Hamsyah S.Ag M.Pd, ada kalimat menarik yang sampai hari ini selalu berputar di alam pikir saya yang tak henti mencari tafsir dari perkataannya, yaitu "Saya tidak paham politik, saya tidak paham koalisi, apalagi konspirasi. Cukup yang saya tahu adalah sudah menjadi amanah dan kewajiban saya untuk selalu dan terus berpikir menemukan solusi dalam tujuan mensejahterakan masyarakat Provinsi bengkulu". Memang kalimat ini terlihat sangat sederhana, tetapi dengan mengingat mimik wajah beliau ketika melontarkan kalimat tersebut terpancar kejujuran yang sangat dalam. Sebuah bentuk kejujuran yang sudah sangat jarang dimiliki oleh pejabat publik hari ini. Secara kulit luar tentu kita dapat membedakan bentuk-bentuk kejujuran maupun kebohongan.

Melihat dan memperhatikan setiap tipologi kepemimpinan yang terbentuk, tentu didasari oleh latar belakang sejarah pembentukan pribadi manusia itu sendiri. Pemimpin-pemimpin kuat dan berkarakter tidak terbentuk dalam waktu yang singkat. Pemimpin sudah seharusnya menyelaraskan antara ucapan, keyakinannya dan gagasannya sesuai dengan pola, perilaku dan tingkah laku hidupnya. Terlepas dari minimnya pemberitaan yang mengekspos sisi kehidupan Gubernur bengkulu H. Junaidi Hamsyah S.Ag M.Pd selayaknya Gubernur D.K.I Jakarta yang juga sekaligus Calon Presiden Partai Demokrasi Indonesia H. Joko Widodo, Bangsa Indonesia memiliki stock Kepemimpinan.

Bangsa Indonesia dan Provinsi Bengkulu khususnya tidak terlalu membutuhkan pemimpin-pemimpin yang cerdas secara intelektual, dan kuat secara jejaring politik. Pokok persoalan yang menjadi penyakit akut bangsa ini adalah telah kehilangannya sosok pemimpin yang bermoral, moral yang dilahirkan oleh pemahaman agama serta nasionalisme yang kuat. Pemimpin "baik" merupakan tuntutan utama fondasi awal perubahan. Sistem birokrasi yang bersih dan baik di provinsi Bengkulu merupakan prestasi dan titik awal menuju perbaikan kesejahteraan masyarakat. Sistem pemerintahan yang baik dan lepas kepentingan tentu akan menghasilkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang substansi kepada akar permasalahan masyarakat. kebijakan yang tepat sasaran akan mampu mendatangkan kebajikan-kebajikan diruang publik.

"Bengkulu yang sebelumnya menempati salah satu provinsi terkorup di Indonesia, dengan niat kepemimpinan yang baik mampu mendapatkan hasil audit laporan keuangan oleh Badan pemeriksa Keuangan menjadi Wajar tanpa Pengecualian".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun