Mohon tunggu...
Medi DwiUtari
Medi DwiUtari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang sedang menempuh studi Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sultan Agung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Model Pembelajaran Etnomatematika pada Kesenian Barong

14 Januari 2023   21:53 Diperbarui: 16 Januari 2023   09:09 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sadari atau tidak kebudayaan merupakan salah satu aspek yang tidak bisa jauh dari kehidupan sehari-hari kita. Menurut Koentjaraningrat dalam Mattulada (1997) kebudayaan itu memiliki tiga wujud, yaitu wujud kebudayaan (1) sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) sebagai benda-benda hasil karya manusia. 

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menetapkan sebanyak 1728 Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia sejak tahun 2013 hingga 2022 yang terbagi ke dalam 5 domain. Jumlah tersebut terdiri dari 491 warisan budaya dalam domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan; 440 warisan budaya dalam domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional; 75 warisan budaya dalam domain Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta; 503 warisan budaya dalam domain Seni Pertunjukan; dan 219 warisan budaya dalam domain Tradisi Lisan dan Ekspresi.

Kesenian barongan merupakan contoh kebudayaan tak benda yang populer di kalangan masyarakat Jawa. Kesenian barongan ini merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Namun, dari beberapa kabupaten yang ada di Jawa Tengah, Blora merupakan daerah yang kuantitasnya lebih banyak dibanding dengan daerah-daerah lain seperti Rembang, Pati, Demak dll. 

Holt (2000) berpendapat bahwa barongan merupakan kesenian yang menggunakan topeng singa namun mirip dengan harimau, kemudian topeng singa tersebut ditempeli dengan bulu - bulu sebagai rambut. Sehingga antara daerah satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan yang menjadikan hal tersebut sebagai ciri khas dari daerahnya.

Di daerah kabupaten Pati, pergelaran kesenian barongan biasanya dipentaskan saat tanggal 1 bulan syura, saat ada ruwatan atau acara sakral, seperti khitanan, pernikahan hingga sedekah bumi. Di daerah Pati, barongan juga digelar pada saat menikahkan anak satu-satunya (tunggal) yang saat lahirnya bersamaan dengan matahari terbit dan tenggelam. Dengan tujuan pemikiran jawa agar sang anak tidak dimakan batara kala. Bagi masyaratakat Pati saat barongan memakan saweran dari penonton, di sanalah barongan ini sedang memakan hal yang tak kasat mata.

Menurut leluhur masyarakat Pati, pergelaran barongan wajib diadakan pada tanggal 1 Syura guna untuk mencuci alat senjata jawa yang mereka miliki seperti keris, batu akik dan yang lainnya, konon jika para leluhur lupa tidak menggelar pertunjukan barongan ini, maka akan ada  hal yang tidak baik yang menimpa mereka ataupun masyarakat sekitar. Barongan berasal dari kata "Barong", yaitu singo barong, seekor singa besar yang menakutkan. Bentuk yang menyerupai singo barong biasanya dimainkan oleh 2 (dua) orang, seorang berperan menjadi kepala dan seorang lagi berperan memainkan bagian ekor. Keduanya bergerak serasi dan terpadu saling berkaitan.

Bagian ekor menurut dan mengikuti gerak pemain yang berperan menjadi kepala singa atau barongan. Bagian kepala kostum singa barong terbuat dari topeng kepala singa yang dihiasi dengan beragam aksesoris sehingga mirip dengan singa. Sedangkan badannya terbuat dari "kadut/bagor", semacam serat atau rami dihias dengan warna menyerupai singa. Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok, yang menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. 

Peranan singo barong secara totalitas di dalam penyajian dikarenakan peran tokoh tersebut sangat dominan, di samping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu: Bujangganong/Pujonggo Anom Joko Lodro/Gendruwo Pasukan berkuda/reog Noyontoko Untub. Dalam kesenian barongan juga dilengkapi dengan paling sedikit dua orang penari kuda lumping yang menari dengan membawa kuda lumping.

Didalam kesenian barongan ada beberapa atraksi yang dilakukan oleh para pemainnya, seperti Arak-arakan mengelilingi desa dengan "nyaplok" atau membuka mulut barongan dan terkadang masuk ke rumah-rumah penduduk. Arak--arakan ini dilakukan dengan tujuan meminta izin terhadap penghuni atau leluhur desa. Atraksi yang lainnya adalah memakan kelapa utuh langsung dengan gigi atau tanpa alat bantu apapun, memakan pecahan kaca, memakan api yang berkobar, memakan paku, dicambuk berkali-kali tanpa kesakitan dan meninggalkan bekas luka.

Pementasan kesenian Barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrumen musik antara lain: gamelan, Kendang, Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul. Di Pati, kesenian barongan masih asri tanpa dikontaminasi oleh budaya modern, jadi alat musik yang digunakan seutuhnya menggunakan alat musik tradisional. Hal ini juga menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh kesenian barongan yang ada di Pati.

 Masyarakat Pati masih sangat antusias datang setiap kali ada pertunjukan kesenian tersebut. Hampir seluruh masyarakat satu desa berkerumun menyaksikan kesenian ini, tidak tertinggal para penjual makanan keliling dan mainan anak-anak menambah keramaian yang ada. Para pedagang tersebut berjejer ditepian jalan sehingga membentuk garis lurus 180 dan berujung pada tempat pergelaran seni barongan, sehingga tempat pergelaran tersebut menjadi titik berkumpulnya masyarakat.

Pertunjukan kesenian ini seolah sudah menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakatnya, hal ini dapat dilihat dari peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat yang selalu melibatkan kesenian Barongan. Pada upacara bersih desa (sedekah bumi) yang dilakukan setiap bulan Sura, masyarakat Pati melakukan upacara ritual di desa masing-masing dengan menggunakan kesenian Barongan untuk memperoleh keselamatan dan terhindar dari bahaya ataupun roh-roh jahat. Selain itu, sering pula kesenian Barongan digunakan pada upacara ruwatan. 

Masyarakat memfungsikan kesenian tersebut sebagai tolak bala supaya anak yang diruwat tidak menjadi mangsa barongan. Dalam hajatan seperti upacara perkawinan dan khitanan, tradisi unik yang menjadi keyakinan bagi masyarakat setempat bahwa jika menikahkan anak semata wayang yang lahir bertepatan dengan matahari terbit dan terbenam harus menggelar kesenian barongan dirumahnya, setelah selesai ijab kabul maka barongan akan masuk ke rumah kemudian memakan sang pengantin, kemudian barongan mengelilingi rumah tersebut. 

Dengan tujuan pemikiran jawa agar sang anak tidak dimakan batara kala, arti dari tidak dimakan batar kala agar setelah menikah sang pengantin dijauhkan dari musibah yang besar.

Era globalisasi saat ini memudahkan bangsa Indonesia menerima nilai-nilai dan budaya tertentu dari dunia seiring berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Menyebarnya budaya asing ke Indonesia dapat membawa pengaruh baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, era globalisasi menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia karena dapat mengancam eksistensi budaya dan kepribadian Indonesia.

Upaya yang dapat dilakukan untuk tetap melestarikan kebudayaan yaitu melalui implementasi dalam pembelajaran di kelas. Sebagai contoh dalam pembelajaran matematika, kita dapat mengkaitkannya dengan kebudayaan-kebudayaan daerah. Kebudayaan dengan matematika sering kita kenal dengan "Etnomatematika". Salah satu yang dapat menjembatani antara budaya dan pendidikan matematika adalah etnomatematika (Astri Wahyuni, 2013).

Hal yang perlu diperhatikan ketika akan memulai pembelajaran adalah model pembelajaran. Trianto (2010) menjelaskan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan sistem belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Model pembelajaran yang efektif haruslah melibatkan keaktifan siswa secara langsung serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Salah satu contoh penerapan model pembelajaran etnomatematika yang dapat diterapkan dalam kelas adalah model pembelajaran dengan metode snowball throwing.

Model pembelajaran Snowball throwing merupakan pengembangan dari model pembelajaran diskusi dan merupakan bagian model pembelajaran kooperatif (Shoimin, 2014). Disamping penggunaan model pembelajaran, pembelajaran akan berjalan lebih menyenangkan jika diikuti dengan penggunaan media, misalnya penggunaan media audiovisual Media audiovisual merupakan salah satu media elektronik perpaduan antara audio (suara) dan visual (gambar). 

Diantara jenis audiovisual adalah media film, televisi dan video. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan media tentu akan membuat siswa akan membuat fokus pada pembelajaran. Pada penelitian ini penggunaan media yang digunakan adalah video pergelaran Kesenian Barongan.

Adapun model pembelajaran dengan metode Snowball throwing sebagai berikut:

  • Literasi
  • Guru meminta peserta didik untuk membaca teks narrative Kesenian Barongan
  • Peserta didik memahami dan menentukan etnomatematika yang ada pada Kesenian Barongan
  • Guru meminta peserta didik untuk memilih materi matematika (etnomatematika) yang ada pada Kesenian Barongan paling sedikit 2 materi atau temuan.
  • Mengerjakan
  • Guru membagikan sticky notes kepada masing-masing peserta didik.
  • Guru meminta peserta didik untuk menuliskan hasil eksplorasi etnomatematika pada Kesenian Barongan minimal 3 materi atau temuan.
  • Guru meminta peserta didik untuk berdiri dari bangku dan melipat sticky notes yang sudah tertulis hasil eksplorasi masing -- masing peserta didik untuk kemudian dilempar secara perlahan di depan kelas.
  • Guru meminta peserta didik untuk mengambil secara acak sticky notes yang tadi sudah dilemparkan ke depan kelas dengan tertib.
  • Peserta didik membuka masing-masing sticky notes yang mereka ambil dan membacanya.
  • Guru meminta peserta didik untuk memilih 1 hasil eksplorasi yang ada pada sticky notes yang mereka pegang untuk kemudian membuat 1 soal dari hasil eksplorasi etnomatematika tersebut.
  • Guru membagikan sticky notes yang baru kepada masing-masing siswa
  • Guru meminta peserta didik untuk berdiri dari bangku dan melipat sticky notes yang sudah tertulis soal untuk kemudian dilempar secara perlahan di depan kelas.
  • Guru meminta peserta didik untuk mengambil secara acak sticky notes berisi soal yang tadi sudah dilemparkan ke depan kelas dengan tertib.
  • Guru membagikan sticky notes yang baru kepada masing-masing peserta didik.
  • Peserta didik diminta oleh guru untuk mengerjakan setiap sticky notes yang diambilnya secara acak pada sticky notes yang baru.
  • Guru meminta peserta didik untuk mengumpulakan semua hasil pekerjaannya ke meja guru.

Maka secara tidak langsung siswa akan mendapatkan 2 hal sekaligus, yaitu pengetahuan mengenai kesenian barongan dan materi matematika yang berkaitan seperti geometri, peluang dan himpunan.

Dari model pembelajaran tersebut berikut beberapa etnomatematika yang dapat kita eksplorasi dari kesenian barongan:

1. Pada kostum kepala singa barong memiliki bentuk setengah lingkaran

2. Saat arak-arakan barongan mengelilingi desa berlangsung dapat dihitung dengan konsep jarak, kecepatan dan waktu

3. Antara pemain depan dengan pemain belakang terjalin kelarasan saat pertunjukan barongan digelar. Pendekatan dapat dihubungkan dengan konsep limit

4. Dalam pementasan seni barongan, pemain saling berkelompok antara pemain musik, pemeran singa barong, penari kuda lumping, hal ini  dapat dihubungkan dengan konsep himpunan, dimana ada himpunan pemain musik, himpunan pemeran singa barong, himpunan penari kuda

5. Atraksi memakan kelapa utuh langsung dengan gigi atau tanpa alat bantu apapun, memakan pecahan kaca, memakan api yang berkobar, memakan paku, dicambuk berkali - kali tanpa kesakitan dan meninggalkan bekas luka, biasanya lama waktu ditentukan dengan angka, seperti atraksi berlangsung selama berapa menit dan akan atraksi dijambuk berapa kali

6. Kostum berupa jarik yang dipakai oleh pemain barongan dimana corak yang terdapat pada kain batik tidak terlepas dengan konsep bangun datar, pada salah satu contoh jarik disamping terdapat unsur layang-layang, persegi panjang

7. Alat musik simbal yang berbentuk lingkaran

8. Alat musik kendhang Permukaan alat musik kendhang yang mengiringi pementasan kesenian barongan berbentuk lingkaran.

Model pembelajaran snowball throwing dapat menjadi salah satu model pembelajaran untuk etnomatematika contohnya pada kesenian barongan dimana kegiatan pembelajaran tercipta lebih aktif daan menyenangkan. 

Oleh Medi Dwi Utari, Nur Hidayah dan M. Nabil Syauqi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Referensi

Astri Wahyuni, A. A. (2013). Peran Etnomatematika dalam Membangun karakter Bangsa. Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia (p. 114). yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA.

Direktorat Perlindungan Kebudayaan.(2022). Satu Dekade Tim Ahli Cagar Budaya Nasional. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/.

Doni Ermawan T. (2017). Pengaruh Globalisasi Terhadap Eksistensi Kebudayaan Daerah di Indonesia. Jurnal Kajian LEMHANNAS RI. (Edisi 32).

Hamdani, A. R., & Priatna, A. (2020). Efektifitas implementasi pembelajaran daring (full online) dimasa pandemi Covid-19 pada jenjang Sekolah Dasar di Kabupaten Subang. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang, 6(1), 1-9.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (terj. R.M. Serdarsono). Bandung: Arti.line.

Mattulada .1997." Sketsa Pemikiran Tentang Kebudayaan, Kemanusiaan, dan Lingkungan Hidup" Hasanuddin University Press.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 51.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun