[caption id="attachment_219425" align="alignright" width="300" caption="Para waria menggunakan produk hormonal seperti suntik KB dan pil KB agar tubuhnya terlihat lebih feminim. Hal ini disampaikan Prof. Nurul Ilmi Idrus dalam acara seminar bulanan PSKK UGM."][/caption] YOGYAKARTA – Ada sembilan kelompok yang terlibat dalam penelitian terbaru Prof. Nurul Ilmi Idris, Ph.D berjudul “Chemical Youth, Comparative Case-Studies Indonesia”. Mulai dari pekerja seks, waria, pengguna narkoba, mahasiswa, karyawan mall, pekerja konstruksi, ibu hamil, dan lain-lain. Namun, dalam seminar bulanan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Kamis (04/10) lalu, Nurul hanya dapat mempresentasikan dua studi kasus. Salah satunya, tentang penggunaan produk hormonal oleh para waria.
Studi kasus ini juga dilaksanakan di tiga tempat, yakni Makassar, Bulukumba, serta Yogyakarta. Menurut Nurul, kelompok waria sangat ingin menjadi seperti perempuan. Bukan menjadi perempuan melainkan berpenampilan seperti laiknya perempuan. Mereka lalu menggunakan produk-produk kecantikan berbahan kimia seperti zat pemutih, dan bedak hingga produk hormonal seperti suntik KB dan pil KB. Tindakan ini dilakukan agar tubuhnya terlihat lebih feminim.
“Produk hormonal seperti pil KB digunakan untuk menumbuhkan payudara. Jadi mereka pun merasakan sakit seperti remaja perempuan pada umumnya yang mulai puber. Saat payudara tumbuh, ada rasa sakit. Mereka merasa ada semacam kantung atau dasar bagi payudara yang terbentuk saat meminum pil,” jelas Nurul.
Dari aspek fisiologi, para waria percaya kantung atau dasar bagi payudara perlu untuk ditumbuhkan terlebih dahulu. Hal ini agar payudara tumbuh dengan semestinya. Ada pengalaman di antara mereka, payudara tumbuh bukan di tempat semestinya akibat kantung atau dasar tidak dibuat.
Nurul menceritakan efek penggunaan produk-produk hormonal bagi para waria. Baik pil maupun suntik KB membuat payudaranya tumbun, menghaluskan kulit, membentuk pantat, hingga mengurangi otot. “Bagi mereka ini merupakan efek positif. Tapi ada juga efek merugikan seperti diare, mual, mengantuk, berjerawat, timbul flek merah di wajah, bahkan konstipasi atau sembelit. Sebenarnya lebih banyak merugikan dibanding efek keuntungan yang didapat.”
Tak hanya itu, beberapa informan penelitian Nurul juga mengeluh soal berkurangnya gairah seks akibat penggunaan pil maupun suntik. Terutama untuk konteks wilayah Yogyakarta, para warianya tetap menginginkan gairah dalam seks. Mereka lalu akan mencari dan mengkonsumsi produk lain untuk mengatasi persoalan tersebut. Begitu seterusnya, mereka berganti produk, mengkombinasi produk, hingga menentukan sendiri dosis penggunaannya. Keputusan mengkonsumsi berdasar pada apakah produk tersebut mengganggu penampilan luarnya atau tidak. Jika produk yang digunakan membuat jerawat atau tampak gemuk, maka akan segera ditinggalkan.
“Nah, ekspektasi dalam menumbuhkan payudara, mereka percaya pil itu memang menumbuhkan payudara. Sementara suntik, digunakan untuk mempertahankan payudara selain untuk menghilangkan otot-otot yang terlihat jelas pada kulit. Mereka yakin semakin banyak dosis yang digunakan maka semakin cepat pertumbuhan payudaranya, semakin cepat pula mendapatkan bentuk tubuh yang diidamkan. Tak heran, mereka selalu bereksperimen.”
Satu hal yang juga dicermati Nurul Ilmi adalah tentang pola persebaran informasi dalam studi-studi kasusnya. Dia melihat, informasi dari mulut ke mulut memiliki pengaruh yang sangat besar di kalangan waria maupun pekerja seks. Informasi mulai dari jenis obat, kombinasi obat, hingga dosis yang harus digunakan banyak datang dari teman sekitarnya. [] Media Center PSKK UGM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H