Mohon tunggu...
Media Center Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada
Media Center Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Mohon Tunggu... profesional -

Media Center Gedung Masri Singarimbun Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Jl. Tevesia, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Chemical Youth (1): Penggunaan Somadril Oleh Pekerja Seks

17 Oktober 2012   06:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45 11075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_218356" align="alignright" width="300" caption="Prof. Nurul Ilmi Idrus, Ph.D mempresentasikan hasil penelitiannya tentang penggunaan zat-zat kimia di kalangan remaja. Presentasi kamis (04/10) pekan lalu tersebut fokus pada kelompok pekerja seks dan waria di Bulukumba, Makassar, dan Yogyakarta."][/caption] YOGYAKARTA - “Temuan-temuan penelitian kami menunjukkan, selain obat-obatan ternyata ada banyak sekali zat-zat kimia yang dikonsumsi oleh remaja. Ini tidak hanya melibatkan para pengguna tetapi juga penjual, dokter, produsen hingga bagaimana penggunaannya, dalam kaitan dengan Badan POM maupun Departemen Kesehatan.”

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Nurul Ilmi Idrus, Ph.D Guru Besar Antropologi, Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan dalam agenda seminar bulanan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, kamis (04/10) beberapa pekan lalu. Dia menyampaikan hasil penelitian terbarunya yang berjudul “Chemical Youth, Comparative Case-Studies Indonesia”. Penelitian dilakukan di tiga lokasi, yakni Kabupaten Bulukumba, dan Kota Makassar di Sulawesi Selatan, serta Yogyakarta. Selain itu, melibatkan sembilan kelompok di antaranya para pekerja seks dan waria untuk diteliti.

Untuk wilayah Bulukumba dan Makassar, Nurul melihat ada banyak zat-zat kimia yang digunakan oleh para remaja khususnya para pekerja seks di Sulawesi Selatan. Namun, somadril merupakan salah satu jenis obat favorit. Obat ini paling banyak dikonsumsi.

“Meski demikian, pola penggunaan somadril antara di Makassar dan di Bira, Bulukumba ada perbedaan. Para pekerja seks yang freelance di sekitar Pantai Losari menggunakan somadril kapan saja agar percaya diri, senang, serta mendapatkan efek mabuk. Sementara pekerja seks di Pantai Bira, Bulukumba, karena mereka adalah pelayan di tempat-tempat karaoke, menggunakan somadril saat menemani tamu minum serta saat berhubungan seks,” ujar perempuan yang banyak berkecimpung di dunia gender dan seksualitas ini.

Somadril sebenarnya merupakan obat anti nyeri dan masuk dalam golongan obat keras. Melalui resep dokter, somadril digunakan oleh para orang tua yang menderita rematik. Di Amerika, obat ini dikenal dengan nama meprobamat namun pada tahun 60-an, sudah dilarang untuk dikonsumsi. Sama halnya di Eropa, obat sejenis somadril telah dilarang karena menimbulkan adiksi atau kecanduan.

Nurul mengatakan, pertanyaan yang hingga kini belum bisa terjawab adalah soal sumber informasi. Bagaimana awal mula para pekerja seks mengetahui somadril dapat memberikan efek mabuk jika dikonsumsi. Obat yang sebelumnya tidak familiar untuk dikonsumsi, kini kerap dikonsumsi oleh mereka. Untuk sementara, jawaban yang didapatkan adalah semua didapat dari hasil bereksperimen, rasa ingin tahu untuk mencoba-coba.

Somadril tergolong berbahaya karena sifat adiktifnya. Jika tidak dikonsumsi, pengguna akan mengalami beragam efek seperti sulit tidur atau insomnia, mual, gelisah. Namun, jika dikonsumsi berlebihan akan menimbulkan halusinasi, otot melemah, gangguan fungsi saraf, tidak dapat mengendalikan diri bahkan kematian.

“Lebih mengejutkan lagi dari temuan ini adalah setiap efek diatasi dengan mengkonsumsi obat lain. Jika mengkonsumsi somadril menimbulkan rasa sakit di kepala maka dia akan meminum obat sakit kepala. Begitu seterusnya sehingga ada cycling atau perputaran yang muncul dalam kaitan dengan penggunaan zat-zat kimia,” ujarnya lagi.

Penggunaan somadril oleh para pekerja seks di Pantai Bira maupun Pantai Losari bervariasi antara 7 sampai 30 pil setiap hari. Di Makassar satu strip somadril seharga Rp. 35 ribu hingga Rp. 40 ribu. Jika di Bira, Bulukumba tentu harganya semakin mahal karena jarak yang relatif jauh dengan pusat kota sehingga membutuhkan penyalur untuk membawanya.

“Nah, ironis jika melihat sisi ekonomi. Awalnya mereka menggunakan somadril agar percaya diri saat bekerja melayani tamu. Namun, pada tahap selanjutnya mereka justru bekerja untuk mendapatkan somadril. Ini karena efek adiktif yang ditimbulkan sehingga harus dikonsumsi setiap hari. Hampir sebagian besar pendapatan pada akhirnnya digunakan untuk membeli obat.” [] Media Center PSKK UGM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun