YOGYAKARTA – Pemerintah daerah bersama segenap pemangku kebijakan harus serius melaksanakan amanat Peraturan Daerah Provinsi DI Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Komitmen ini penting mengingat jumlah perempuan dan anak korban kekerasan di provinsi ini masih tinggi.
Pada tahun 2011, Dinas Sosial Provinsi DI Yogyakarta mencatat 11.108 korban tindak kekerasan. Mayoritas dari korban adalah perempuan dan anak-anak yang tidak hanya mengalami kekerasan secara fisik, tetapi juga kekerasan psikologis, ekonomi, sosial, dan seksual.
Keberadaan peraturan daerah, menurut sejumlah pihak, tidak akan banyak bermanfaat apabila tidak diikuti dengan penegakan hukum dan pemberlakuan sanksi tegas bagi pelaku. Hal ini juga menjadi poin penting yang disorot oleh kalangan akademisi dan aktivis sosial, sesaat sebelum peraturan daerah itu disahkan.
Dalam diskusi dan bedah rancangan peraturan daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang berlangsung di Gedung Masri Singarimbun Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM), Sabtu (28/4), sejumlah pihak sebenarnya masih menganggap rancangan peraturan daerah itu belum layak disahkan. Direktur Eksekutif Rifka Annisa, Mei Sofia Romas, menyebutkan sejumlah kelemahan yakni sifat peraturan masih general dan masih belum menjelaskan tata cara detail implementasi pasal dan ayat bagi korban kekerasan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dr. Sari Murti, mengkritisi belum lengkapnya instrumen pelaksana peraturan daerah. “Jangan sampai peraturan daerah nanti hanya jadi formalitas saja, sehingga seolah-olah Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta telah berkomitmen untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan, namun kenyataannya tidak demikian,” tegasnya.
Sosialisasi peraturan daerah ini juga sebaiknya tidak hanya ditujukan kepada perempuan saja, tetapi juga laki-laki. Hal ini karena, mayoritas pelaku kekerasan adalah laki-laki, sehingga apabila sosialisasi tidak menyentuh kelompok ini, diyakini siklus kekerasan tidak akan pernah putus.
Lebih lanjut, para peserta diskusi juga mengimbau masyarakat dan lembaga-lembaga sosial untuk turut aktif mengawasi pelaksanaan peraturan daerah tersebut. Dengan pengawalan ketat pemerintah dan masyarakat, diharapkan jumlah perempuan dan anak korban kekerasan di Yogyakarta dan sekitarnya dapat terus berkurang. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H