Mohon tunggu...
Media Online
Media Online Mohon Tunggu... Editor - Penulis

Suka menulis membaca

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gelar SPD: Realita Pahit Menuju Mimbar Impian

4 Februari 2024   15:13 Diperbarui: 4 Februari 2024   15:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Pendidikan Sebuah gerbang menuju masa depan yang gemilang. Bagi banyak orang, menjadi guru merupakan sebuah pilihan mulia untuk mengabdikan diri dan mencerdaskan bangsa. Namun, di balik cita-cita luhur ini, terdapat realita pahit yang harus dihadapi oleh para calon guru, khususnya pemegang gelar Sarjana Pendidikan (SPD).

Gelar SPD, ibarat kunci yang membuka pintu gerbang menuju dunia pendidikan. Namun, ironisnya, kunci ini tak cukup untuk mengantarkan para pemiliknya menuju mimbar impian. Kenyataannya, untuk bisa mengajar di sekolah formal, para pemegang gelar SPD diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) terlebih dahulu.

PPG, sebuah program yang dirancang untuk membekali calon guru dengan kompetensi pedagogik dan profesional, menjadi batu sandungan bagi banyak pemegang gelar SPD. Biaya PPG yang terbilang mahal, ditambah dengan kesibukan pekerjaan dan tuntutan hidup, menjadi rintangan yang tak mudah untuk dilalui.

Tak jarang, para pemegang gelar SPD terpaksa menunda mimpinya untuk menjadi guru karena terbentur oleh PPG. Dilema pun muncul, antara mengejar mimpi dan kenyataan pahit yang harus dihadapi.

Realita di Lapangan

Banyak sekolah formal, baik negeri maupun swasta, mensyaratkan PPG sebagai salah satu kualifikasi utama bagi calon guru. Hal ini, tak jarang, membuat para pemegang gelar SPD tersingkir dan kalah bersaing dengan mereka yang telah memiliki sertifikat PPG.

Kondisi ini, tentu saja, menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa gelar SPD yang seharusnya menjadi bukti kompetensi di bidang pendidikan, tak cukup untuk mengantarkan para pemiliknya menjadi guru?

Mencari Solusi:

Di tengah realita pahit ini, dibutuhkan solusi yang kongkret untuk membantu para pemegang gelar SPD dalam mewujudkan mimpinya menjadi guru.

Pertama, pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini. Diperlukan kebijakan yang mendukung para pemegang gelar SPD, seperti subsidi biaya PPG atau program afirmasi dalam penerimaan guru di sekolah formal.

Kedua, perguruan tinggi penyelenggara PPG perlu mempertimbangkan keringanan biaya bagi para pemegang gelar SPD. Hal ini penting untuk membuka akses yang lebih luas bagi mereka dalam mengikuti PPG.

Ketiga, perlu adanya kerjasama yang erat antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sekolah formal dalam merumuskan kebijakan dan program yang berpihak pada para pemegang gelar SPD.

Menjadi guru bukan hanya tentang gelar, tapi tentang panggilan jiwa. Realita pahit yang dihadapi para pemegang gelar SPD hendaknya tak menjadi penghalang untuk mewujudkan mimpi mulia mereka. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk membuka jalan bagi para calon guru SPD, demi terciptanya pendidikan yang lebih berkualitas di masa depan.

Pesan

Bagi para pemegang gelar SPD, jangan patah semangat! Teruslah berjuang dan mencari solusi untuk mewujudkan mimpi menjadi guru. Ingatlah, bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam mencerdaskan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun