Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pemilu Luar Negeri: Nyoblos Via Pos dan Strategi Memilih Caleg

19 April 2019   10:49 Diperbarui: 19 April 2019   12:35 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kertas Suara dan Kelengkapannya/Dokpri

Pemilu sudah dilalui dan saya sangat bersyukur karena kabarnya Pemilu di Indonesia berjalan aman dan damai. Sambil menunggu perhitungan suara, saya ingin menuliskan pengalaman nyoblos melalui pos dan strategi memilih calon anggota legislatif.

Suatu hari di akhir Maret surat dari KPPSLN (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri) sudah sampai di kotak pos saya. Surat tersebut berisi seperangkat kelengkapan untuk memilih, yaitu amplop kembali yang telah diberi perangko, surat suara Pemilu Anggota DPR, surat suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, formulir model C6-KPU LN, amplop bertuliskan DPR, amplop bertuliskan Presiden dan Wakil Presiden, dan terakhir, tata cara pencoblosan suara melalui pos. Ini kali kedua saya melakukan pencoblosan suara melalui pos, karena tinggal di luar negeri. Tapi Pemilu kali ini kan berbeda karena serentak dengan pemilihan legislatif.

Setelah membaca petunjuk tata cara pemberian suara, saya mulai membuka lipatan surat suara untuk Presiden dan Wakilnya, dan membuka surat suara satunya yang lebih tebal lipatannya.

Pada saat itu yang terbayang hanya satu, berapa banyak orang yang sudah bekerja keras jungkir balik siang-malam agar tersedianya surat suara dan segala kelengkapannya ini, terutama untuk melipat 192 jutaan surat suara dikali dua sampai lima (DPRD kota/ DPRD provinsi/ DPD RI/ DPR RI/ Presiden-Wakil) dengan benar dan rapi? W-O-W! Hats OFF!

Saya mengapresiasi mereka yang sudah bekerja keras, berdedikasi dan jujur agar semua pemilih di seluruh penjuru negeri dan bumi mendapatkan surat suaranya dengan kondisi baik dan menyalurkan suaranya dengan aman.

Pertanyaan inti setelah semua kertas suara dibuka adalah: Harus coblos yang mana? 

Kalau presiden dan wakilnya, ya sudah lah ya, bahkan sebelum surat suara datang saya sudah tahu pilih yang mana, karena keempat kandidat kan sering malang melintang di berita dan media sosial. Namun yang I have no idea adalah para caleg ini.

Untuk saya yang di Jepang, saya harus pilih anggota DPR RI, dapil DKI Jakarta II, di mana seingat saya, saya tidak pernah tersentuh kampanye-kampanye mereka via apapun. Okelah mungkin sekilas lihat via media sosial, tapi tidak ada yang saya ingat... dan kurang tertarik juga. Namanya kampanye kan berapa persen sih kontennya yang bisa dipercaya?

Nah untuk saya yang masih mempunyai waktu untuk mengirimkan suara hingga 17 April 2019 (cap pos), strategi pertama adalah BUKA, LIHAT, TUTUP KEMBALI. Yap, saya rasa ini strategi banyak orang yang kebingungan dengan banyaknya pilihan dan nggak tahu kualitasnya. Bagaimana bisa pilih sesuatu yang tidak tahu kan? Iya kalau cuma mau pilih rasa es krim, random juga gpp lah coba-coba. Tapi ini pilih wakil rakyat untuk menyuarakan aspirasi kita 5 tahun kedepan. Jangan sampai ZON...K kan?!!

Jadi positifnya dari mencoblos via pos ini, selain tak perlu antri dan menyisihkan waktu khusus untuk ke TPS, saya masih bisa buying time untuk mengenal lebih jauh atau mengecek orang perorang di internet (kalau saya mau), dibandingkan mereka yang mencoblos di TPS yang mungkin juga menerapkan strategi pertama tadi, dan berakhir tidak memilih. Namun, yang hilang adalah keseruan pesta demokrasi-nya dan tanda ungu di ujung jari  (kalau mau bisa nyelupin sendiri sih).

Akhirnya di suatu hari di bulan April, setelah merasa ingin membuka lagi surat suara tebal yang mangkrak beberapa hari itu, dalam keheningan malam yang sunyi sepi sendiri, saya pun melihat lagi nama-nama yang tertulis dengan rapi beserta partai-partai yang mengikuti Pemilu kali ini. 

Tentunya sebelum memilih perorangan, kita bisa menentukan partai yang menurut kita punya rekor terbaik (kalau ada). Idealnya sih begitu. Tapi bisa jadi strateginya adalah memilih partai yang punya at least satu nama yang familiar: artis, tokoh, saudara sendiri? Atau partai dengan sederet nama dengan full gelar? Ada lho, kalau diperhatikan, partai yang semua calegnya memasang gelar pendidikan.

Atau mungkin partai yang punya sederet nama gaul, keren, milenial, dan nggak jadul? Atau bahkan partai yang nama dan foto calegnya dilihat terakhir tercetak di "nasi bungkus" sebelum ke TPS? Eits... ngga ada lahh (ya ngga sih). Tapi saya sangat berbahagia sekali kalau ada yang bawa nasi Padang dan saya bisa beli. Beli lho ya. Hihihi 

Jadi, ingatan dan indra mata kita berusaha menganalisis semua nama dan partainya itu di detik-detik krusial di bilik TPS (saya, di atas bantal). Semua strategi dikerahkan untuk mencari caleg TERBAIK melalui analisis "terfamiliar", "terpanjang gelarnya", "tergaul namanya" ataupun "teringat nasbung, eh kampanyenya".

Ini  menunjukkan bahwa untuk memilih seorang wakil rakyat lewat lembar kertas sebesar poster ini bisa jadi sangat random dan absurd. Apalagi yg memilih di TPS dengan waktu dan tempat yang terbatas dengan kertas suara yang begitu banyak.

Tidak heran jika banyak yang mungkin memilih untuk tidak mencoblos surat suara legislatif, atau memilih hanya dengan menggunakan ilmu bonda-bandi, teori absurdity, dan ingatan random semata. Bahkan mungkin ada juga yang mikir mau ngga nyoblos, tapi mubadzir sudah dapat surat suara yang melipatnya saja butuh dana besar, ribuan orang dikerahkan.   

Jadi sebenarnya singkat saja, JIKA merasa ingin menggunakan hak suaranya, strategi yang mungkin terbaik untuk pencoblosan via pos (yang sama sekali ngga pernah tahu kampanye nya) adalah sampling satu sampai tiga nama dari partai yang dikehendaki, cek singkat profil mereka di internet (lihat background pengalaman dan track record nya), diiringi doa dan niat baik, cap cip cup, coblos! Dah, selesai. Kumpulkan.

Mutiara Me

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun