Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Tak) Tahu Bahwa Tak Tahu

17 April 2018   02:40 Diperbarui: 19 April 2018   18:47 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudahnya seseorang seperti Azka merasa lebih baik dari orang lain disebabkan karena ia belum benar-benar memahami diri-nya sendiri. Iya, salah satu hal yang paling sulit untuk dilakukan adalah memahami diri kita sendiri, sebelum kita memahami orang lain. 

Salah satu pemahaman diri adalah mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang tidak. Namun seringnya kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu.

Ketidaktahuan inilah yang paling berbahaya dan menyesatkan, yang membuat seseorang yang “kurang tahu bahwa ia tidak tahu” cenderung banyak bicara dan kurang mau mendengar. Iya, arogansi adalah sisi gelap pengetahuan.

Sementara yang tahu bahwa ia tidak setahu itu, akan cenderung lebih banyak diam dan mendengar. Mengapa? 

Karena dengan mendengar ia bisa lebih tahu dibandingkan jika ia berbicara. Seperti halnya Dalai Lama pernah mengatakan "When you talk you are only repeating what you already know; but when you listen, you may learn something new"(ketika kau berbicara, kau hanya mengulangi apa yang kau tahu; namun jika kau menyimak, kau bisa belajar sesuatu yang baru).

Mendengarkan adalah salah satu seni memahami. Dan kita hanya bisa memahami, saat volume ego kita dikecilkan dan berusaha tenang. Ego ini meliputi ego untuk memotong pembicaraan, ego untuk tidak mau terlihat pasif, ego tidak mau kalah dan lain-lain. 

Saat volume ego kita kecil, maka kita akan lebih banyak menyerap pesan, informasi, sinyal-sinyal yang lemah, termasuk yang non-verbal sekalipun. "The quieter you become, the more you can hear" (semakin kau tenang/ diam, semakin banyak yang akan kau dengar).

Seperti halnya saat kita berbicara dengan seseorang tapi kita ingin buru-buru menjawab, atau memotong atau cepat emosi. Itu berarti kita mendengar hanya untuk menjawab, maka sulit untuk kita benar-benar memahami sesuatu. Oleh karena itu, tenang adalah kekuatan yang luar biasa. Perlu kontrol ego yang merupakan bagian dari sebuah proses panjang dalam mencari jawaban akan, "who am I" (siapa kita). 

Saat kita mencapai tahap itu pun, bisa jadi tidak permanen... karena kita terus berproses. Ada saat kita mungkin sadar akan hal itu, ada kalanya kita kembali lagi menjadi manusia yang merasa banyak tahu. Oleh karena itu, untuk bisa memahami orang lain dan apa yang terjadi di sekitar kita, kita perlu terus berusaha memahami diri: “tahu dan tidak tahu-nya kita". Karena semakin kita tahu, semakin pula kita merasa tak tahu, dan di celah itu lah kita bisa memperbaiki diri.

Jadi bisa dibayangkan jika semua orang tahu bahwa banyak hal yang tak mereka tahu? Bahwa kita tidak setahu apa yang kita tahu? Mungkin, mungkin dunia tidak akan seriuh-rendah sekarang.

Mutiara Me

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun