Beberapa belas tahun lalu ....
waktu hape masih poliponik, internet masih putus nyambung, belum segampang sekarang cari tahu segala macam informasi tinggal sentuh layar ....
Pertama kali akan menginjakkan kaki ke Negeri Sakura, dalam bayangan saya waktu itu: orang Jepang banyak memakai kimono, atau pakaian yang etnik. Mereka banyak tinggal di rumah-rumah tradisional, dengan pintu geser.Â
Kalaupun ada gabungan modern dan tradisional itu palingan seperti suasana di perumahannya Nobita dan Suneo, dan suasana kota di setting film Ultraman.
Dengan bayangan itu pula, di antara baju-baju yang digantung di lemari, saya pun memilih beberapa baju batik dan etnik untuk dibawa. Selain itu saya juga menelepon Eggy yang kakaknya sudah pernah pergi ke Jepang.Â
Eggy dengan polosnya memberikan sebuah saran ajaib yang bikin saya lebih deg-degan lagi saat mau pergi ke Jepang pada saat itu. "Bawa pembalut wanita! Takutnya di sana cuma ada tampon lho. Bawa aja buat jaga-jaga." WHAT? Apakah peradaban Jepang aslinya lebih mirip film Oshin daripada film Doraemon?
Dan, yang jelas, di kota besar bahkan sulit untuk melihat rumah tradisional... Orang berkimono? Hmm.. ga adaa? Gambaran awal tentang Jepang dan ekspektasi saya bubar saat sudah sampai di sana waktu itu.
Di sisi lain, di Jepang pun saya sering dapat pertanyaan-pertanyaan yang terkesan agak meremehkan Indonesia, seperti:
"Kok kamu bisa Bahasa Inggris? Memangnya di Indonesia orang bisa Bahasa Inggris ya?"
"Oh di Indonesia ada jalur kereta ya? Pasti karena dulu Jepang pernah di sana ya."
Banyak lagi pertanyaan dan komen yang kadang agak menjengkelkan, terutama saat generasi tua Jepang berkomentar seolah berkat dijajah Jepang, Indonesia mendapatkan "manfaat" untuk menjadi lebih modern.