Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Barang Tertinggal dan Budaya Lost-and-Found

29 Mei 2017   12:15 Diperbarui: 29 Mei 2017   13:39 2189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenapa orang banyak ketinggalan barang? Kata profesor Psikologi, Shigeru Haga, ada dua faktor utama. Satu karena waktu, sering orang buru-buru. Dua, karena kurang perhatian. Banyak orang sekarang ini perhatiannya terpusat pada hape hingga lupa dan tidak aware dengan sekelilingnya ada apa yang dia bawa. Jangankan barang, sering juga kita lihat anak tidak terperhatikan karena orang tua sibuk dengan hapenya. Hati2 ya para parents..

Lalu berapa banyak barang yg diklaim oleh pemiliknya di lost and found? Kalau uang, 72% diklaim, payung 0.8%, baju dan sepatu 3.8%. (Data tahun 2016)

Kalau ngga diklaim pemiliknya gmana? Nah ini yg menarik, jika sampai 3 bulan ga diklaim maka barang itu jadi properti si penemu (kecuali barang dg identitas pribadi sprti kartu kredit dan paspor). Tapi jika hingga 2 bulan kemudian si penemu ngga ngeklaim barang itu ke lost and found maka, barang jadi properti pemerintah.

Tahun 2016, ada total 550 juta yen yang diserahkan ke penemu uang. 🤗🤗Dan 440 juta yen yang masuk ke kas pemerintah. Nah ini mungkin juga jadi motivasi orang untuk mengembalikan barang...kalau rejeki barang itu bisa dimiliki dengan sah. ;)

Tapi kenapa orang banyak juga yang ngga ngeklaim barangnya ya? karena orang Jepang itu sering males repot. Apalagi jika mereka sibuk, lokasi jauh dan jika harus pergi ke kantor polisi harus isi berbagai formulir jntuk klaim. Selain itu kata prof. Haga lagi, hari gini kadang lebih gampang dan murah utk menggantikan barang yang ketinggalan tersebut.

Pertanyaan berikutnya, barang-barang yang ngga diklaim sampai 5 bulan itu terus bagaimana? Barang yang tidak diklaim baik oleh pemilik dan penemu akan jadi properti pemerintah, dan dijual ke secondhand store atau dibuat semacam bazaar. Nah dari sini mungkin kas pemerintah dapat dialokasikan untuk biaya perawatan binatang.

Menariknya lagi di secondhand store rata-rata hanya 30% persen barang tadi yang terjual. Lalu sebagian sisa barang yang ga laku (baca: sampah) akan dijual (baca: dibuang) ke Filipina, Myanmar, Thailand...dan hm hm mungkin negara lainnya. 🚯

“Kemarin kami mengirim 20.000 payung ke Myanmar.” Kata salah satu yang punya toko secondhand.

Begitulah perjalanan barang yang ketinggalan di Jepang, dan sebagian dari mereka pun ternyata melanjutkan hidupnya sebagai 'imigran' di Asia Tenggara.

Bagaimana dengan 'budaya lost and found' di sekitar kita? :) Apakah jika kita menemukan gelang emas, kita akan serahkan ke lost and found/ polisi? Atau kita malah bilang "ahh rejeki dapet gelang emas"! :) Jika kantor lost and found sekitar kita sepi jangan langsung ge-er berarti di tempat kita aman tentram karena ngga ada data orang melapor kehilangan. Ini bisa saja terjadi karena ngga ada penemu yang mau menyerahkan barang yang bukan miliknya...alias langsung masuk kantong. Sementara itu yang kehilangan juga males lapor (karena kemungkinannya nol ada orang yang mengembalikan :) 

~mutiara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun