Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Butuh Tips! Mewawancarai Pejabat yang Sulit

6 Mei 2016   20:43 Diperbarui: 6 Mei 2016   20:53 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi: wawancara pejabat (sumber cullencommunication dot ie)

Apakah setiap orang yang berada pada posisi penting (aka. pejabat) itu cenderung jadi orang yang 'sulit'? Saya tidak bisa membayangkan. Apakah saya atau kita, yang saat ini masih bisa berbicara dari sudut pandang yang berbeda, jika berada pada posisi penting akan bersikap sama? Semoga tidak ya... Sikap seperti apa sih? Itu lho:

(1) cenderung jual mahal (hm... karena sibuk mungkin ya...okelah)

(2) menganggap orang lain rendah (padahal sering kita awalnya juga bukan siapa-siapa), apalagi kita yang dianggap tidak membawa keuntungan buat dia biasanya diabaikan dan dianggap tidak penting (hmm...padahal tau dari mana kalau kita ngga bawa keuntungan buat dia ya, mungkin bukan sekarang tapi nanti, siapa tahu?)

(3) cenderung mempersulit sesuatu yang bisa mudah (lha ini nih, kan ada 'motonya', jika bisa dipersulit kenapa harus dipermudah...hehe)

---------------------------------

Salah satu contoh saja, cerita tentang RARA (anggap saja ini ceritanya fiktif yak, Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata, mungkin ada unsur kesengajaan sedikit :)),

Ceritanya si Rara, mahasiswa dari negara X akan mewawancarai satu (1) orang pejabat dari negaranya yang ditugaskan di negara Y, untuk keperluan penelitian, setelah janjian, menyerahkan dokumen yang disyaratkan dan menyampaikan topik wawancara:

Percobaan pertama: Alasan pejabat, "Wah saya mau rapat ini sekarang, hmm besok ya dateng lagi, jam sekian. Wawancara 15 menit aja kan? Ok" (denggdongg... gagal tapi Rara dapet waktunya)

Percobaan kedua: (Rara datang lagi setelah menunggu sekian lama) Beliau: "Wah diimel saja dulu pertanyaannya, saya harus jawabnya kan yang firmed bla bla bla..saya kan lulusan Wekwek University, di sana semua harus firmed, saya ngga tau yah kalo di kampus mbak gimana... Saya harus pergi sekarang" (denggdongg... Rara gagal plus feeling dongkol-ikan-tongkol, kenapa doski ga bilang waktu pertemuan pertama eh langsung aja kasih janji...plus arogansi sebagai lulusan Wekwek University, penting banget ya hehe)

Percobaan ketiga: (Rara imel) Alasan si pejabat, "Saya ga bisa jawab sekarang ya, mau fokus ke ini-itu dulu. Ok ya?" (denggdongg... gagal, meskipun at least...beliaunya mau reply emailnya tapi jawabannya juga intinya gabisa aja, hasilnya jadi ya gagal hehe)

No joke. Istimewanya berurusan dengan manusia :)

Pejabat X meskipun ditugaskan di negara Y, kok ada yang tetep sama saja, kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah. Kalau di negara Y, saat kita sudah janjian sama-sama konfirm ya berarti sudah sama-sama tahu dan sudah dapat tuh waktu dengan orang yang kita tuju. Mereka kalau kira-kira ngga bisa tapi tidak enak bilang ngga, biasanya gejalanya akan bilangnya gini: "I will contact you again." Karena tidak ada jam dan hari yang disebutkan berarti itu artinya tidak ada 'deal'. Tapi jika ada hari dan waktu yang disebutkan meskipun misal janji dibuat 2 bulan sebelumnya, ya waktu itu akan tetap dipegang dan ditepati.

Kadang Rara suka mengandai-andai juga: "coba kalau penelitian saya data utamanya tulisan, kertas, angka-angka...mungkin mumet pala berbie juga hehe tapi saya bayangkan at least data seperti itu tidak 'melawan' saat sudah 'ditemukan'."

---------------------------------

Begitulah cerita Rara, yang saya tahu juga, memang data yang diambil dari observasi, wawancara atau narasi orang, banyak sekali etika dan prosedur pengambilannya, pendekatan ke komunitasnya sebelum bisa mendekati individunya, plus sifat manusia yang aneh-aneh dan ajaib, faktor sosial, budaya dan politiknya, dsb. Tapi tentu saja semua ada plus dan minusnya.

Saya pernah mewawancara pejabat yang meskipun ketemunya susah amit-amit karena sibuk sekali...tapi tepat janji dan kooperatif, tentu saja semuanya berjalan lancar. Apalagi jika mungkin kita mewawancarai pejabat yang memang ingin diexpose dan disuarakan di media, pasti lebih mudah dan bahkan jurnalisnya yang malah diundang untuk mewawancarai. Tapi bagaimana dengan sumber-sumber yang sulit dan suka mempersulit ya? Jika ada kompasianer yang mempunyai pengalaman sebagai peneliti atau jurnalis, boleh dibagi ke Rara dan mungkin ke kompasianer lain yang membutuhkan, bagaimana pendekatan dan pengalaman khususnya dalam mewawancarai pejabat negara yang sulit. :)

Terimakasih sudah membaca dan salam hangat,
Mutiara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun