belajar atau plesiran?
Akhir-akhir ini, media cetak bandung ramai membicarakan mengenai study tour. Jadi izinkanlah saya untuk mencoba mengupas study tour versi saya. Study tour sebenarnya bisa di kategorikan sebagai metode pembelajaran yang berbentuk rekreasi. Metode pembelajaran yang dibungkus dengan “proses” menyenangkan sehingga siswa diharapkan mampu untuk mempelajari, berinteraksi dan menarik hikmah saat berada dilapangan.
Apabila ditilik lebih seksama study tour juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 19, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan.
Tapi mengapa study tour sampai ramai dibicarakan oleh media cetak bandung sekarang? Karena dinilai telah terjadi perubahan makna study tour yang sebenarnya. Study tour yang seharusnya memiliki esensi utama sebagai pembelajaran malah mengalami pergeseran menjadi kegiatan rekreasi belaka. Study tour ialah satu metode pembelajaran dan sebagaimana metode pembelajaran umumnya harus ada strategi, cara pembelajaran serta evaluasi demi tercapainya kompetensi yang diharapkan akan didapatkan siswa setelah melalui prosesnya. Tapi adakah kesemua hal itu dalam prakteknya sekarang?
Guru dan pihak sekolah sering kali terlena dan melupakan hal tersebut. Bahkan pemilihan objek study tournya juga seringlah meleset dari nilai pembelajaran yang seharusnya. Tidak lagi mengutamakan sekolah-sekolah lain, museum, tempat atau objek dengan nilai historis bersejarah atau tempat dimana bisa terjadi interaksi dan pembelajaran maksimal siswa terhadap alam. Tentu saja semuanya harus dalam pantauan dan arahan pihak sekolah dan guru yang ada. Jangan sampai yang terjadi hanyalah, bersenang-senang, sibuk berbelanja, foto-foto atau malah sekedar hura-hura.
Selain itu, patut diingat bahwa study tour bukanlah suatu metode yang harus bin wajib untuk dilaksanakan. Study tour hanyalah suatu pilihan untuk melaksanakan pembelajaran dilapangan dan kalaupun dilaksanakan maka pihak sekolah harus merancang koordinasi yang baik mencakup proses dan hasil yang diharapkan. Memang study tour bisa meningkatkan keceriaan, nilai kekeluargaan, mempererat jalinan silaturahmi antara sekolah, guru dan siswa. Tapi sebagaimana esensi nilai yang terkandung dalam arti kata STUDY TOUR, maka perlulah dikaji, diawasi, dan dinilai. Apabila itu nilai-nilai tersebut sudah tidak ada, maka sudah sepantasnya study tour ditiadakan dan mengganti namanya dengan PLESIRAN semata.
p.s : dan sadarkah kita semua bahwa hal ini terjadi tidak hanya di level sekolah namun juga di level lembaga kepemerintahan?
Salam,
Median (hanya seorang cagur biasa..)
——————
bagi yang aktif juga di FB kalau berminat bisa join ke dua pages berikut ini :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H