Mohon tunggu...
Median Editya
Median Editya Mohon Tunggu... lainnya -

penyuka beladiri dan sastra. calon guru teknik yang dicemplungin NASIB ke dunia perbankan..well, life always have a twisting plot rite ?

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika "Keyakinan" itu Dipertanyakan?

2 Oktober 2010   15:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Maka kembali pusinglah si budi. Selembar kertas hasil tes dna itu bisa saja salah bukan? Bisa jadi dia bukan anak ibu bapaknya. Tapi mau ikut tes dna lagi bagaimana pula dia dapat biayanya sampai berkali-kali harus tes DNA. Anak istrinya butuh biaya. Maka mengadulah dia ke makam ibu bapaknya.

“Ibu..bapak.. apa benar saya anak kalian?? aku sudah cross check ke RS, sudah cari dokternya, sudah tes dna. Tapi semua itu masih bisa error, bisa saja itu semua salah. Apa benar saya bukan anak ibu dan bapak? Saya harus bagaimana untuk menghilangkan ragu di hati saya” Begitu kira-kira kata si budi (sambil menangis tentunya) dimakam ibu dan bapaknya di suatu pemakaman umum.

“yaelah mas, kalau memang hati anda mau meragu maka suatu hal sebenar apapun itu ya pasti salah saja. Yang mas lihat bukanlah benarnya, tapi selalu kemungkinan salah dan errornya. Hidup itu memang ada waktunya untuk mencari tapi ada waktunya juga untuk meyakini. Hati manusia tak akan pernah puas, memilih untuk meragu atau meyakini ya terserah sendiri asal siap resikonya jangan sampai menangis merengek dimakam siang bolong seperti ini”

Si budi bingung. Siapa yang bicara? Si budi menyeka mata yang berair dan ingusnya kemudian berpaling kebelakang. Mendapati seorang kakek tua penjaga makam yang kumal, kurus, baju compang camping sedang asyik membersihkan makam dari rumput liar. Si budi bingung, dipikir-pikir benar juga kata suara tadi. Tapi apa mungkin bapak ini yang berkata demikian? Badannya kurus, kucel, tidak terlihat berpendidikan, masa iya bisa berkata sebijak itu.

“maaf pak.. bapakkah yang tadi berkata kepada saya?” si budi kembali bertanya.

Kali ini bapak tua itu berhenti bergerak, tersenyum sejenak kearah si budi dan berkata

“nah mas.. sama seperti hal yang mas dengar tadi.. apakah mas mau yakin bahwa saya lah yang berkata atau mau kembali meragu bukan saya yang berkata? Semuanya terserah mas saja..”

dan urusan itu menjadi terang seterang-terangnya bagi si budi. Dan semoga bagi anda juga yang membaca artikel ini.

Salam,

median

------------------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun